Rabu, 17 Oktober 2012

Salon Plus Plus Tante Montok

Informasi mengenai: Salon Plus Plus Tante Montok
 yang sobat-sobat cari dalam proses pengeditan, setelah artikel akurat, benar, dan tepat akan kami tayangkan kembali informasi yang berjudul: Salon Plus Plus tante Montok
mohon maklum atas ketidaknyamanan ini, trims.

Untuk sementara waktu informasi yang rekan-rekan cari kami ganti dengan cerita dewasa dibawah ini ya... semoga ceritanya bisa menghibur rekan-rekan...

Training Nikmat


Kisah ini berawal ketika aku sering ditugaskan kantorku ke luar kota untuk mengikuti training, melakukan negosiasi dan maintain pelanggan yang umumnya adalah perusahaan asing. Oh ya, saya John, 32 tahun, berkeluarga dan tinggal di wilayah timurnya Jakarta. Bekasi kali ye. Sebetulnya sejauh ini tidak ada yang kurang dengan keluarga dan profesiku sebagai orang marketing. Sebagai tenaga penjual dengan berbagai training yang pernah kuikuti aku tidak pernah kekurangan teman, pria maupun wanita. Di mata istriku aku adalah seorang ayah yang baik, penuh perhatian dan selalu pulang cepat ke rumah. Namun di balik itu, sebuah kebiasaan, yang entah ini sudah kebablasan, aku masih suka iseng. Iseng dalam arti awalnya cuma ingin memastikan bahwa ilmu marketing ternyata bisa diterapkan dalam mencari aPapaun termasuk teman cewek, hehehe.. Marketing menurutku bersaudara dengan rayu merayu customer, yah si cewek tadi juga bisa tergolong customer. Anyway, Anne adalah orang kesekian yang masuk perangkap ilmu marketing versi 02 (versi 01 adalah customer beneran). Anne gadis berkulit putih berusia 23 tahun, lulusan universitas ternama, tinggi 167, berat 50, (buset, kapan gue ngukurnya ya). Ukuran bra gak hapal, karena sebetulnya aku lebih terkonsentrasi dengan yang di balik bra itu. Mojang Bandung ini kukenal dalam sebuah training di Puncak, Bogor. Dia dari sebuah perusahaan Periklanan di seputaran Sudirman Jakarta dan aku dari perusahaan konsultan Manajemen di sekitar Casablanca, juga di Jakarta. “Hai Anne, tadi kulihat kamu ngantuk ya?” kataku ketika rehat kopi sore itu di sebuah training yang kuikuti. “Iya nih, gue ngejar deadline 2 hari dan boss langsung nyuruh ke training ini” katanya. “Kemari dengan siapa?” kataku menyelidik “Sendiri.., napa, elo diantar ama bini ya?” Buset dah ketahuan nih gue udah punya bini. “Ah, enggak, gue sama Andre.. tuh..” kataku sambil menunjuk Andre yang sedang asyik ngobrol dengan peserta lain. “Lo sendiri kok gak ngantuk sih?” “Gimana bisa ngantuk sebelah gue ada cewe cakep, hehehe..” “Ah, masa? Siapa?” Ye, pura pura dia, pikirku. “Itu tuh, yang tadi ngantuk..” “Ah, sialan lo..” sambil tangannya mencubit lenganku. Usai sesi yang melelahkan sore itu, kami kembali ke kamar masing masing. Aku antar dia sampai pintu kamarnya dan janjian ngobrol lagi sambil makan malam. “Hmm..elo kok nggak bawa jaket An?” kataku ketika dia kulihat agak meringkuk kedinginan di meja makan. “Iya nih, buru buru.. kelupaan” “Aku masih punya satu di kamar, biar aku ambilkan” “Oh, gak usah John.. toh cuma sebentar..” Tapi aku keburu pergi dan mengambilkan baju hangatku untuknya. “Thanks, John.. elo emang temen yang baik” katanya sambil mengenakan sweater. Aku membayangkan seandainya aku jadi sweater, heheheh.. Usai makan nampaknya dia buru buru ingin masuk ke kamar. Anne tidak menolak ketika aku menawarkan mengantarkannya. Di depan pintu kamar dia malah menawarkan aku masuk, pengen ngobrol katanya. Alamak, pucuk dicinta ulam tiba. Aku pura pura lihat jam. Masih jam besar 20.15. “Lain kali aja deh, gak enak kan ntar apa kata teman teman” kataku agak nervous tapi dalam hati aku berdoa, mudah mudahan dia tidak basa basi. “Cuek aja John, kita kan ada tugas bikin outline..” Memang kebetulan aku dan Anne satu group dengan 3 orang lainnya, tetapi tugas itu sebetulnya bisa dikerjakan besok siang. Akhirnya aku masuk, duduk di kursi. Anne menyetel TV lalu naik ke ranjang dan dengan santai duduk bersila. “Gimana An, kamu udah punya gambaran tentang tugas besok?” kataku basa basi. “Belum tuh, males ah ngomongin tugas, mending ngobrol yang lain saja” Horee.. aku bersorak, pasti dia mau curhat nih. Bener juga. “John, gue jadi inget cowok gue yang perhatian kayak elo..sama bini elo juga begitu ya?” “Yah, Anne.. biasa sajalah, sama siapa siapa juga orang marketing harus baik dong, apa lagi sama cewe kayak elo.. hehehe..” “Tapi gue akhirnya mengerti kalau cowo perhatian itu gak hanya punya satu cewe, tul gak sih?” “Tergantung dong An, buktinya gue punya bini satu, hahaha..” “Tapi kayaknya elo juga punya cewe lain.. ya kan?” “Kok tau sih?” kataku pelan. Aku jadi ingat Vina mahasiswi yang minta bantuanku menyelesaikan skripsinya dan akhirnya bisa tidur dengannya. Tapi sungguh, aku tidak merusaknya karena aku mengenalnya dengan cara baik baik dan dia tetap virgin sampai akhirnya menikah. “Stereotip saja, berbanding lurus dengan keramahan dan perhatiannya” katanya lagi dengan senyum yang genit. “Kenapa emang An, elo lagi ada masalah dengan cowo lo yang ramah itu?” “Justru itu John, gue lagi mikir mau putus sama dia. Eh, sori kok malah curhat..” “Santai aja An, setiap orang punya masalah dan banyak cara menghadapinya” kataku seolah psikolog kawakan. “Gue melihat dia jalan ama temen gue, dan kepergok di kosan temen gue itu” “Trus?” “Gue gak bisa maafin dia..” “Ya, sudah mungkin kamu masih emosi saja, santai saja dulu masih banyak pekerjaan. Toh kalau jodoh dia pasti pulang ke pangkuanmu..” kataku. “Kadang gue pengen balas aja, selingkuh sama yang lain, biar impas..” “Hmm.. tapi itu kan gak menyelesaikan?” “Biar puas aja..” Tiba tiba dia menangis. Wah gawat nih, pikirku. Aku mendekat dan berusaha membujuknya. Lalu entah bagaimana ceritanya aku sudah memeluknya. “An, jangan nangis, entar orang orang pada dengar” Bukannya mereda, tangisnya malah makin keras. Kudekap dia sehingga tangisnya teredam di dadaku. Jantungku berdebar tak karuan. Telunjukku menyeka air matanya. Kupandangi wajahnya. Bodoh amat nih cowoknya, cewe cakep begini kok disia siakan pikirku. Dan tanpa sadar aku mencium pipinya, dia melihatku dengan mata sayu lalu tiba tiba Anne membalas dengan kecupan di bibir. Wah, seperti keinginan gue nih, pikirku dalam hati. Dan seperti kehilangan kontrol akupun membalas menghisap bibir mungil yang harum dan merekah itu. Anne membalas tidak kalah hotnya. Napasnya terengah engah tanda napsunya mulai naik. Dengan lembut kutidurkan dia. Dan dengan lembut pula tanpa kata kata, dari balik sweater aku sentuh kedua bukit kembar menantang itu. Anne mendesis desis. “Terus John, perhatian elo bikin gue jadi wanita..” “Tenang sayang, wanita seperti kamu memang pantas diperhatikan.. hmm?” Seperti minta persetujuannya, perlahan aku angkat sweater dan tshirtnya. Sekarang kedua bukit kembarnya terbuka. Buset dah, putingnya sudah menonjol keras dan tak ada waktu lagi untuk tidak menyedotnya. Aku memang paling hobby menetek dan menghisap benda terindah di dunia ini. Anne terus mendesis desis. Tangannya juga sudah menggenggam senjataku yang mulai mengeras. “Uh.. ahh.. uh..” “Anne.. tubuhmu indah sekali..” Kataku memuji seperti halnya memberi pujian kepada customer perusahaanku. “Ayo, John.. jangan dilihat saja, aku rela kamu apakah saja..” “Iya, sayang..” kataku, sambil tanganku merogoh bagian depan celana jinnya. Tangannya membantu membuka retsileting dan dengan cepat Anne sudah terlihat dengan CD warna kremnya. Hmm, seksi sekali anak ini, pikirku. Hmm..dari balik CD-nya terlihat bulu bulu halus dan hitam legam. Uh, aku sudah tidak sabar lagi namun dengan tenang aku mengelusnya dari luar. Anne menggelijang, matanya terlihat saya menahan gejolak. Perlahan kuturunkan CD-nya. Uh, sodara sodara, tercium aroma yang sangat kukenal, dia pasti merawat benda yang paling dicari semua laki laki ini dengan baik. “Anne.. boleh aku cium?” bisikku pelan. Anne mengangguk lemah dan tersenyum. Perlahan Anne merenggangkan kedua kakinya. Pasrah. Dengan kedua jariku, kubuka vaginanya dan terlihat klitorisnya yang merah merekah. Basah. Sungguh indah dan harum. Kujulurkan lidahku di sekitar pahanya sebelum mencapai klitorisnya. Anne mendesis desis dan mulai meracau dan terlihat seksi sekali. “Ayo, John.. jangan buat gue tersiksa.. terus ke tengah sayang..” Aku malah menjilat bagian pusernya membuat dia uringan uringan dan makin bernafsu. Bermain sex memang perlu teknik dan kesabaran tinggi yang membuat wanita merasa di awang awang. “Johnn.. gila lo, ke bawah sayang.. please..” “Hmm.. iya nih, gue emang udah gila melihat memek yang indah ini sayang” kataku terengah engah. Akhirnya lidahku hinggap di labia mayoranya. Kusibak dengan lembut rimbunan hutan yang sudah becek itu. Kuhurip cairan yang meleleh di sela selanya. Kelentitnya kuhisap seperti menghisap permen karet. Akibatnya pantatnya terangkat tinggi dan Anne menjerit nikmat. Lidahku terus merojok sampai ke dalam dalamnya. Kuangkat pantatnya dan kupandangi, lalu kusedot lagi. Anne berteriak teriak nikmat. Aku jadi kuatir kalau suaranya sampai keluar. Kupindahkan bibirku ke bibirnya. “Tenang sayang, perang baru dimulai..” Kataku berbisik. Ia mengangguk dan perlahan aku putar posisi menjadi 69. Posisi yang paling aku sukai karena dengan demikian seluruh isi memeknya terlihat indah. Batangku juga sudah terbenam di bibirnya yang mungil dan terasa hangat serta nikmat sekali. Kutahan agar aku tidak meletus duluan. “Punya kamu enak John..” Pujinya layaknya memuji Customer. “Iya, sayang punya kamu lebih enak dan baguss sekali..” kataku terengah engah. “Uh, becek sayang..” Aku lanjutkan menjilat seluruh permukaan memeknya dari bawah. Uh, benar pemirsa, siapa tahan melihat barang bagus dan cantik ini. Yang luar biasa, aku yakin dia masih perawan. Bentuk kemaluannya menggelembung dan benar benar seperti belum pernah tersentuh benda tumpul lain. “Anne.. kamu masih perawan sayang..” “Iya, John.. gue belum pernah..” “Iya, kamu harus jaga sampai kamu menikah..” “Gue gak tahan John, cepetan sayang..” Sungguh, meski banyak kesempatan aku belum pernah berpikir memerawani cewek baik seperti Anne ini, kecuali istriku. Wanita yang kutahu sedang stress dan sedang mencari pelarian sesaat ini harus ditenangkan. Akan buruk akibatnya ketika dia sadar bahwa keperawanannya diberikan kepada orang lain yang bukan suaminya. Aku percaya jika sudah mencapai orgasme dia justru akan berterima kasih dan menginginkannya lagi. Kembali kujelajahi kemaluannya. Cepat cepat aku jilat berulang ulang klitorisnya. Dan sodara pemirsa, apa kataku, pantatnya tiba tiba menekan keras wajahku dan mengejang beberapa kali..lalu mengendur. “Uuhh.. gue nyampe Johnn.. aahh.. uhh.. uhh..” Masih dalam posisi 69, Anne terdiam sesaat, kulihat kemaluannya masih merekah merah. Perlahan ia mulai bangkit dan mngecup bibirku. “Sorry sayang, gue duluan..” “No problem Anne.. kamu merasa mendingan?” Ia mengangguk, memelukku dan mencium bibirku. “Terima kasih John, elo emang hebat..” “Iya nih, Ann, gue minta maaf jadi telanjur begini..” “Gak Papa kok, gue juga senang..” Kami mengobrol sebentar namun tangannya masih menyentuh nyentuh batangku. Ia mengambilkanku minuman dan menyorongkan gelas ke bibirku. Ketika tegukan terakhir habis, bibirku perlahan mengulum bibirnya. Putingnya mulai mengeras dan aku mulai aksi sedot menyedot seperti bayi. Anne kembali menggelijang. Aku bisikkan perlahan, “Anne.. gue pengen menggendong kamu sayang”. “Hmm..mulai nakal ya..” katanya dan merentangkan tangannya. Aku peluk dan angkat dia lalu kusenderkan ke dinding dekat meja rias. Dari balik cermin kulihat pantatnya yang montok dan mulus itu, membuat gairahku meledak ledak. Dengan posisi berdiri, tubuhnya sungguh seksi. Aku perhatikan dari atas ke bawah, sungguh proporsional tubuhnya. Segera kusedot putingnya dan jariku sebelah kiri segera mengelus rimbunan hutan lebatnya. Basah, hmm..dia mulai naik lagi. Klentitnya kupilin pilin pelan dan Anne mendesis seperti ular. Making love sambil berdiri adalah posisi favoritku selain 69. Perlahan sebelah kakinya kuangkat ke kursi pendek meja rias dan terlihatlah belahan memeknya yang merah merekah, indah dan seksi sekali Kuturunkan kepalaku dan segera kutelusuri paha bawahnya dengan lidahku. Dari bawah aku lihat wajahnya mendongak ke atas menahankan nikmat. Sungguh saat itu Anne kelihatan sangat seksi. Sebelum lidahku mencapai kelentitnya, aku sibakkan labia mayoranya dengan kedua Ibu jari. Hmm.. sungguh harum. “Cepat John.. gue udah gak tahan.. jilat sayang.. jilat..” Benar benar nikmat melihatnya tersiksa, namun sebetulnya aku lebih tersiksa lagi karena batangku sudah mengeras bagaikan batu. Aku nyaris tak bisa menahan klimaks, namun aku harus membuatnya orgasme untuk kedua kalinya. Benar saja, begitu lidahku menyedot klitorisnya, Anne langsung mengejang dan berteriak pertanda orgasme. Kusedot habis cairannya. Luar biasa, aku menikmati ekspresinya ketika mencapai orgasme dan itu jugalah puncak orgasmeku. Cepat aku berdiri dan aku tekan batangku ke sela sela pahanya dan seketika muncratlah semua. crott.. crott..! Wuahh.. “Oh John, kita keluar bersamaan sayang..” “Iya, enak banget An.. elo membuat gue gila..” “Sama.., gue berterima kasih elo menjaga gue..” “Gue sayang kamu An..” ***** Pemirsa, begitulah ceritanya. Tak selamanya seks harus membobol gawang. Setelah kejadian itu Anne makin ketagihan. Dia sangat terkesan bisa mencapai orgasme tanpa merusak keperawanannya. Dia juga menyukai posisi 69 dan posisi berdiri yang bisa mirip 69. Kadang kadang aku datang ke kantornya dan hanya dengan mengangkat roknya aku menjelajahi area area sensitifnya secara cepat dan efisien. Dan pada saat yang sama aku juga mencapai orgasme. Masih ada Vina dan Dina yang ketagihan seperti Anne. Aku selalu bilang pada wanita wanita berpendidikan itu bahwa suatu saat mereka akan menikah dan aku berjanji tidak akan memerawaninya. Cukuplah 69!


JANGAN LUPA LIHAT INFORMASI DIBAWAH INI JUGA YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA JUGA LO....


10 Foto Cewek Salon Plus Plus

Informasi mengenai: 10 Foto Cewek Salon Plus Plus
 yang sobat-sobat cari dalam proses pengeditan, setelah artikel akurat, benar, dan tepat akan kami tayangkan kembali informasi yang berjudul :10 Foto Cewek Salon Plus Plus
mohon maklum atas ketidaknyamanan ini, trims.

Untuk sementara waktu informasi yang rekan-rekan cari kami ganti dengan cerita dewasa dibawah ini ya... semoga ceritanya bisa menghibur rekan-rekan...

Tante Ani Guru ku

Umurku sekarang sudah 30 tahun. Sampai sekarang aku masih hidup membujang, meskipun sebenarnya aku sudah sangat siap kalau mau menikah. Meskipun aku belum tergolong orang yang berpenghasilan wah, namun aku tergolong orang yang sudah cukup mapan, punya posisi menengah di tempat kerjaku sekarang. Aku sampai sekarang masih malas untuk menikah, dan memilih menikmati hidup sebagai petualang, dari satu wanita ke wanita yang lain. Kisahku sebagai petualang ini, dimulai dari sebuah kejadian kira-kira 12 tahun yang lalu.

Waktu itu aku masih kelas 3 SMU. Hari itu aku ada janji dengan Agus, sahabatku di sekolah. Rencananya dia mau mengajakku jalan-jalan ke Mall ‘X’ sekedar menghilangkan kepenatan setelah seminggu penuh digojlok latihan sepak bola habis-habisan. Sejam lebih aku menunggu di warung depan gang rumah pamanku (aku tinggal numpang di rumah paman, karena aku sekolah di kota yang jauh dari tempat tinggal orangtuaku yang di desa). Jalan ke Mall ‘X’ dari rumah Agus melewati tempat tinggal pamanku itu, jadi janjinya aku disuruh menunggu di warung pinggir jalan seperti biasa. Aku mulai gelisah, karena biasanya Agus selalu tepat janji. Akhirnya aku menuju ke telepon umum yang ada di dekat situ, pengin nelpon ke rumah Agus, memastikan dia sudah berangkat atau belum (waktu itu HP belum musim bro, paling juga pager yang sudah ada, tapi itupun kami tidak punya).

“Sialan.. telkom ini, barang rongsokan di pasang di sini!,” gerutuku karena telpon koin yang kumasukkan keluar terus dan keluar terus. Setelah uring-uringan sebentar, akhirnya kuputuskan untuk ke rumah Agus. Keputusan ini sebenarnya agak konyol, karena itu berarti aku berbalik arah dan menjauh dari Mall ‘X’ tujuan kami, belum lagi kemungkinan bersimpang jalan dengan Agus. Tapi, kegelisahanku mengalahkan pertimbangan itu. Akhirnya, setelah titip pesan pada penjual di warung kalau-kalau Agus datang, aku langsung menyetop angkot dan menuju ke rumah Agus.

Sesampai di rumah Agus, kulihat suasananya sepi. Padahal sore-sore begitu biasanya anggota keluarga Agus (Papa, Mama dan adik-adik Agus, serta kadang pembantunya) pada ngobrol di teras rumah atau main badminton di gang depan rumah. Setelah celingak-celinguk beberapa saat, kulihat pembantu di rumah Agus keluar dari pintu samping.

“Bi.. Bibi.. kok sepi.. pada kemana yah?” tanyaku. Aku terbilang sering main ke rumah Agus, begitu juga sebaliknya Agus sering main ke rumah pamanku, tempatku tinggal. Jadi aku sudah kenal baik dengan semua penghuni rumah Agus, termasuk pembantu dan sopir papanya.

“Eh, mas Didik.. pada pergi mas, pada ikut ndoro kakung (juragan laki-laki). Yang ada di rumah cuman ndoro putri (juragan wanita),” jawabnya dengan ramah.

“Oh.. jadi Agus ikut pergi juga ya Bi. Ya sudah kalau begitu, lain waktu saja saya ke sini lagi,” jawabku sambil mau pergi.

“Lho, nggak mampir dulu mas Didik. Mbok ya minum-minum dulu, biar capeknya hilang.”

“Makasih Bi, sudah sore ini,” jawabku.

Baru aku mau beranjak pulang, pintu depan tiba-tiba terbuka. Ternyata Tante Ani, mama Agus yang membuka pintu.

“Bibi ini gimana sih, ada tamu kok nggak disuruh masuk?”, katanya sambil sedikit mendelik pada si pembantu.

“Udah ndoro, sudah saya suruh duduk dulu, tapi mas Didik nggak mau,” jawabnya.

“Eh, nak Didik. Kenapa di luaran aja. Ayo masuk dulu,” kata Tante Ani lagi.

“Makasih tante. Lain waktu aja saya main lagi tante,” jawabku.

“Ah, kamu ini kayak sama orang lain saja. Ayo masuk sebentar lah, udah datang jauh-jauh kok ya balik lagi. Ayo masuk, biar dibikin minum sama bibi dulu,” kata Tante Ani lagi sambil melambai ke arahku.

Aku tidak bisa lagi menolak, takut membuat Tante Ani tersinggung. Kemudian aku melangkah masuk dan duduk di teras, sementara Tante Ani masih berdiri di depan pintu.

“Nak Didik, duduk di dalem saja. Tante lagi kurang enak badan, tante nanti nggak bisa nemenin kamu kalau duduk di luar.”

“Ya tante,” jawabku sambil masuk ke rumah dengan perasaan setengah sungkan.

“Agus ikut Om pergi kemana sih tante?” tanyaku basa-basi setelah duduk di sofa di ruang tamu.

“Pada ke *kota X*, ke rumah kakek. Mendadak sih tadi pagi. Soalnya om-mu itu kan jarang sekali libur. Sekali boleh cuti, langsung mau nengok kakek.”

“Ehm.. tante nggak ikut?”

“Besuk pagi rencananya tante nyusul. Soalnya hari ini tadi tante nggak bisa ninggalin kantor, masih ada yang mesti diselesaiin,” jawab Tante Ani. “Emangnya Agus nggak ngasih tahu kamu kalau dia pergi?”

“Nggak tante,” jawabku sambil sedikit terheran-heran. Tidak biasanya Tante Ani menyebutku dengan “kamu”. Biasanya dia menyebutku dengan “nak Didik”.

“Kok bengong!” Tanya Tante Ani membuatku kaget.

“Eh.. anu.. eh..,” aku tergugup-gugup.

“Ona-anu, ona-anu. Emang anunya siapa?” Tante Ani meledek kegugupanku yang membuatku makin jengah. Untung Bibi segera datang membawa secangkir teh hangat, sehingga rasa jengahku tidak berkepanjangan.

“Mas Didik, silakan tehnya dicicipin, keburu dingin nggak enak,” kata bibi sambil menghidangkan teh di depanku.

“Makasih Bi,” jawabku pelan.

“Itu tehnya diminum ya, tante mau mandi dulu.. bau,” kata Tante Ani sambil tersenyum. Setelah itu Tante Ani dan pembantunya masuk ke ruang tengah. Sementara aku mulai membaca-baca koran yang ada di meja untuk.

Hampir setengah jam aku sendirian membaca koran di ruang tamu, sampai akhirnya Tante Ani nampak keluar dari ruang tengah. Dia memakai T-shirt warna putih dipadu dengan celana ketat di bawah lutut. Harus kuakui, meskipun umurnya sudah 40-an namun badannya masih bagus. Kulitnya putih bersih, dan wajahnya meskipun sudah mulai ada kerut di sana-sini, tapi masih jelas menampakkan sisa-sisa kecantikannya.

“Eh, ngapain kamu ngliatin tante kayak gitu. Heran ya liat nenek-nenek.”

“Mati aku!” kataku dalam hati. Ternyata Tante Ani tahu sedang aku perhatikan. Aku hanya bisa menunduk malu, mungkin wajahku saat itu sudah seperti udang rebus.

“Heh, malah bengong lagi,” katanya lagi. Kali ini aku sempat melihat Tante Ani tersenyum yang membuatku sedikit lega tahu kalau dia tidak marah.

“Maaf tante, nggak sengaja,” jawabku sekenanya.

“Mana ada nggak sengaja. Kalau sebentar itu nggak sengaja, lha ini lama gitu ngeliatnya,” kata Tante Ani lagi. Meskipun masih merasa malu, namun aku agak tenang karena kata-kata Tante Ani sama sekali tidak menunjukkan sedang marah.

“Kata Agus, kamu mau pertandingan sepakbola di sekolah ya?” Tanya Tante Ani.

“Eh, iya tante. Pertandingan antar SMU se-kota. Tapi masih dua minggu lagi kok tante, sekarang-sekarang ini baru tahap penggojlokan,” Aku sudah mulai tenang kembali.

“Pelajaran kamu terganggu nggak?”

“Ya sebenarnya lumayan menggangu tante, habisnya latihannya belakangan ini berat banget, soalnya sekolah sengaja mendatangkan pelatih sepakbola beneran. Tapi, sekolah juga ngasih dispensasi kok tante. Jadi kalau capeknya nggak ketulungan, kami dikasih kesempatan untuk nggak ikut pelajaran. Kalau nggak begitu, nggak tahu lah tante. Soalnya kalau badan udah pegel-pegel, ikut pelajaranpun nggak konsen.”

“Kalau pegel-pegel kan tinggal dipijit saja,” kata Tante Ani.

“Masalahnya siapa yang mau mijit tante?”

“Tante mau kok,” jawab Tante Ani tiba-tiba.

“Ah, tante ini becanda aja,” kataku.

“Eh, ini beneran. Tante mau mijitin kalau memang kamu pegel-pegel. Kalau nggak percaya, sini tante pijit,” katanya lagi.

“Enggak ah tante. Ya, saya nggak berani tante. Nggak sopan,” jawabku sambil menunduk setelah melihat Tante Ani nampak sungguh-sungguh dengan kata-katanya.

“Lho, kan tante sendiri yang nawarin, jadi nggak ada lagi kata nggak sopan. Ayo sini tante pijit,” katanya sambil memberi isyarat agar aku duduk di sofa di sebelahnya. Penyakit gugupku kambuh lagi. Aku hanya diam menunduk sambil mempermainkan jari-jariku.

“Ya udah, kalau kamu sungkan biar tante ke situ,” katanya sambil berjalan ke arahku. Sebentar kemudian sambil berdiri di samping sofa, Tante Ani memijat kedua belah pundakku. Aku hanya terdiam, tidak tahu persis seperti apa perasaanku saat itu.

Setelah beberapa menit, Tante Ani menghentikan pijitannya. Kemudian dia masuk ke ruang tengah sambil memberi isyarat padaku agar menunggu. Aku tidak tahu persis apa yang dilakukan Tante Ani setelah itu. Yang aku tahu, aku sempat melihat bibi pembantu keluar rumah melalui pintu samping, yang tidak lama kemudian disusul Tante Ani yang keluar lagi dari ruang tengah.

“Bibi tante suruh beli kue. Kue di rumah sudah habis,” katanya seolah menjawab pertanyaan yang tidak sempat kuucapkan. “Ayo sini tante lanjutin mijitnya. Pindah ke sini aja biar lebih enak,” kali itu aku hanya menurut saja pindah ke sofa panjang seperti yang disuruh Tante Ani. Kemudian aku disuruh duduk menyamping dan Tante Ani duduk di belakangku sambil mulai memijit lagi.

“Gimana, enak nggak dipijit tante?” Tanya Tante Ani sambil tangannya terus memijitku. Aku hanya mengangguk pelan.

“Biar lebih enak, kaosnya dibuka aja,” kata Tante Ani kemudian. Aku diam saja. Bagaimana mungkin aku berani membuka kaosku, apalagi perasaanku saat itu sudah tidak karuan.

“Ya sudah. Kalau gitu, biar tante bantu bukain,” katanya sambil menaikkan bagian bawah kaosku. Seperti kena sihir aku menurut saja dan mengangkat kedua tanganku saat Tante Ani membuka kaosku.

Setelah itu Tante Ani kembali memijitku. Sekarang tidak lagi hanya pundakku, tapi mulai memijit punggung dan kadang pinggangku. Perasaanku kembali tidak karuan, bukan hanya pijitannya kini, tapi sepasang benda empuk sering menyentuh bahkan kadang menekan punggungku. Meski seumur-umur aku belum pernah menyentuh payudara, tapi aku bisa tahu bahwa benda empuk yang menekan punggungku itu adalah sepasang payudara Tante Ani.

Beberapa lama aku berada dalam situasi antara merasa nyaman, malu dan gugup sekaligus, sampai akhirnya aku merasakan ada benda halus menelusup bagian depan celanaku. Aku terbelalak begitu mengetahui yang menelusup itu adalah tangan Tante Ani.

“Tante.. ” kataku lirih tanpa aku sendiri tahu maksud kataku itu. Tante Ani seperti tidak mempedulikanku, dia malah sudah bergeser ke sampingku dan mulai membuka kancing serta retsluiting celanaku. Sementara itu aku hanya terdiam tanpa tahu harus berbuat apa. Sampai akhirnya aku mulai bisa melihat dan merasakan Tante Ani mengelus penisku dari luar CD-ku.

Aku merasakan sensasi yang luar biasa. Sesuatu yang baru pertama kali itu aku rasakan. Belum lagi aku sadar sepenuhnya apa yang terjadi, aku mendapati penisku sudah menyembul keluar dan Tante Ani sudah menggenggamnya sambil sesekali membelai-belainya. Setelah itu aku lebih sering memejamkan mata sambil sekali-kali melirik ke arah penisku yang sudah jadi mainan Tante Ani.

Tak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan yang jauh lebih mencengangkan. Kepala penisku seperti masuk ke satu lubang yang hangat. Ketika aku melirik lagi, kudapati kepala penisku sudah masuk ke mulut Tante Ani, sementara tangannya naik turun mengocok batang penisku. Aku hanya bisa terpejam sambil mendesis-desis keenakan. Beberapa menit kemudian aku merasakan seluruh tubuhku mulai mengejang. Aku merasakan Tante Ani melepaskan penisku dari mulutnya, tapi mempercepat kocokan pada batang penisku.

“Sssshhhh.. creettt… creett… ” Sambil mendesis menikmati sensasi rasa yang luar biasa aku merasakan cairan hangat menyemprot sampai ke dadaku, cairan air mani ku sendiri.

“Ah, dasar anak muda, baru segitu aja udah keluar,” Tante Ani berbisik di dekat telingaku. Aku hanya menatap kosong ke wajah Tante Ani, yang aku tahu tangannya tidak berhenti mengelus-elus penisku. “Tapi ini juga kelebihan anak muda. Udah keluarpun, masih kenceng begini,” bisik Tante Ani lagi.

Setelah itu aku lihat Tante Ani melepas T-Shirtnya, kemudian berturut-turut, BH, celana dan CD-nya. Aku terus terbelalak melihat pemandangan seperti itu. Dan Tante Ani seperti tidak peduli kemudian meluruskan posisi ku, kemudian dia mengangkang duduk di atasku. Selanjutnya aku merasakan penisku digenggam lagi, kali ini di arahkan ke selangkangan Tante Ani.

“Sleppp…. Aaaaahhhhh… ” suara penisku menembus vagina Tante Ani diiringi desahan panjangnya. Kemudian Tante Ani bergerak turun naik dengan cepat sambil mendesah-desah. Mulutnya terkadang menciumi dada, leher dan bibirku.

Ada beberapa menit Tante Ani bergerak naik turun, sampai akhirnya dia mempercepat gerakannya dan mulai menjerit-jerit kecil dengan liarnya. Akupun kembali merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tak lama kemudian…

“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh…….. ,” Tante Ani melenguh panjang, bersamaan dengan teriakanku yang kembali merasakan puncak yang kedua kali. Setelah itu Tante Ani terkulai, merebahkan kepalanya di dadaku sambil memeluk pundakku.

“Terima kasih Dik…,” bisiknya lirih diteruskan kecupan ke bibirku.

Sejak kejadian itu, aku mengalami syok. Rasa takut dan bersalah mulai menghantui aku. Sulit membayangkan seandainya Agus mengetahui kejadian itu. Perubahan besar mulai terjadi pada diriku, aku mulai sering menyendiri dan melamun.

Namun selain rasa takut dan bersalah, ada perasaan lain yang menghinggapi aku. Aku sering terbayang-bayang Tante Ani dia telanjang bulat di depanku, terutama waktu malam hari, sehingga aku tiap malam susah tidur. Selain seperti ada dorongan keinginan untuk mengulangi lagi apa yang telah Tante Ani lakukan padaku.

Perubahan pada diriku ternyata dirasakan juga oleh paman dan bibiku dan juga teman-temanku, termasuk Agus. Tentu saja aku tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya. Situasi seperti itu berlangsung sampai seminggu lebih yang membuat kesehatanku mulai drop akibat tiap malam susah tidur, dan paginya tetap kupaksakan masuk sekolah. Akibat dari itu pula, akhirnya aku memilih mundur dari tim sepakbola sekolahku, karena kondisiku tidak memungkinkan lagi untuk mengikuti latihan-latihan berat.

Kira-kira seminggu setelah kejadian itu, aku berjalan sendirian di trotoar sepulang sekolah. Aku menuju halte yang jaraknya sekitar 300 meter dari sekolahku. Sebenarnya persis di depan sekolahku juga ada halte untuk bus kota, namun aku memilih halte yang lebih sepi agar tidak perlu menunggu bus bareng teman-teman sekolahku.

Saat asyik berjalan sambil menunduk, aku dikejutkan mobil yang tiba-tiba merapat dan berhenti agak di depanku. Lebih terkejut lagi saat tahu itu mobil itu mobil papanya Agus. Setelah memperhatikan isi dalam mobil, jantungku berdesir. Tante Ani yang mengendari mobil itu, dan sendirian.

“Dik, cepetan masuk, ntar keburu ketahuan yang lain,” panggil Tante Ani sambil membuka pintu depan sebelah kiri. Sementara aku hanya berdiri tanpa bereaksi apa-apa.

“Cepetan sini!” kali ini suara Tante Ani lebih keras dan wajahnya menyiratkan kecemasan.

“I.. Iya.. tante,” akhirnya aku menuruti panggilan Tante Ani, dan bergegas masuk mobil.

“Nah, gitu. Keburu ketahuan temen-temenmu, repot.” kata Tante Ani sambil langsung menjalankan mobilnya.

Di dalam mobil aku hanya diam saja, meskipun aku bisa sedikit melihat Tante Ani beberapa kali menengok padaku.

“Tumben kamu nggak bareng Agus,” Tanya Tante Ani tiba-tiba.

“Enn.. Enggak tante. Saya lagi pengin sendirian saja. Tante nggak sekalian jemput Agus?” aku sudah mulai menguasai diriku.

“Kan, emang Agus nggak pernah dijemput,” jawab Tante Ani.

“Eh, iya ya,” jawabku seperti orang bloon.

Setelah itu kami lebih banyak diam. Tante Ani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah sampai di sebuah komplek pertokoan Tante Ani melambatkan mobilnya sambil melihat-lihat mungkin mencari tempat parkir yang kosong. Setelah memarkirkan mobilnya, yang sepertinya mencari tempat yang agak jauh dari pusat pertokoan, Tante Ani mengajak aku turun.

Setelah turun, Tante Ani langsung menyetop taksi yang kebetulan sedang melintas. Terlihat dia bercakap-cakap dengan sopir taksi sebentar, kemudian langsung memanggilku supaya ikut naik taksi. Setelah masuk taksi, Tante Ani memberi isyarat padaku yang terbengong-bengong supaya diam, kemudian dia menyandarkan kepalanya pada jok taksi dan memejamkan matanya, entah kecapaian atau apa. Kira-kira 20 menit kemudian taksi memasuki pelataran sebuah hotel di pinggiran kota.

“Dik, kamu masuk duluan, kamu langsung aja. Ada kamar nganggur yang habis dipakai tamu kantor tante. Nanti tante nyusul,” kata Tante Ani memberikan kunci kamar hotel sambil setengah mendorongku agar keluar.

Kemudian aku masuk ke hotel, aku memilih langsung mencari petunjuk yang ada di hotel itu daripada tanya ke resepsionis. Dan memang tidak sulit untuk mencari kamar dengan nomor seperti yang tertera di kunci. Singkat cerita aku sudah masuk ke kamar, namun hanya duduk-duduk saja di situ.

Kira-kira 15 menit kemudian terdengar ketukan di pintu kamar, ternyata Tante Ani. Dia langsung masuk dan duduk di pinggir ranjang.

“Agus bilang kamu keluar dari tim sepakbola ya?!” tanyanya tanpa ba-bi-bu dengan nada agak tinggi.

“I.. iya tante,” jawabku pelan.

“Kamu juga nggak pernah lagi kumpul sama temen-temen kamu, nggak pernah main lagi sama Agus,” Tante Ani menyemprotku yang hanya bisa diam tertunduk.

“Kamu tahu, itu bahaya. Orang-orang dan keluargaku bisa tahu apa yang sudah terjadi.. ,” kata-kata Tante Ani terputus dan terdengar mulai sedikit sesenggukan.

“Tapi.. saya nggak pernah ngasih tahu siapa-siapa,” kataku.

“Memang kamu belum ngasih tahu, tapi kalau ditanyain terus-terusan bisa-bisa kamu cerita juga,” katanya lagi sambil sesenggukan. “Apa yang terjadi dengan keluarga tante jika semuanya tahu!”

“Tante memang salah, tante yang membuat kamu jadi begitu,” kata Tante Ani, kali ini agak lirih sambil menahan tangisnya. “Tapi kalau kamu merasakan seperti yang tante rasakan..” terputus lagi.

“Merasakan apa tante?”

Akhirnya Tante Ani cerita panjang lebar tentang rumah tangganya. Tentang suaminya yang sibuk mengejar karir, sehingga hampir tiap hari pulang malam, dan jarang libur. Tentang kehidupan seksualnya sebagai akibat dari kesibukan suaminya, serta beratnya menahan hasrat biologisnya akibat dari semua itu.

“Kalau kamu mau marah, marahlah. Entah kenapa, tante nggak sanggup lagi menahan dorongan birahi waktu kamu ke rumah minggu kemarin. Terserah kamu mau menganggap tante kayak apa, yang penting kamu sudah tahu masalah tante. Sekarang kalau mau pulang, pulanglah, tante yang ngongkosin taksinya,” kata Tante Ani lirih sambil membuka tasnya, mungkin mau mengeluarkan dompet.

“Nggak.. nggak usah tante.. ” aku mencegah. “Saya belum mau pulang, saya nggak mau membiarkan tante dalam kesedihan.” Entah pengaruh apa yang bisa membuatku seketika bisa bersikap gagah seperti itu. Aku hampiri Tante Ani, aku elus-elus kepalanya. Hilang sudah perasaan sungkanku padanya. Tante Ani kemudian memeluk pinggangku dan membenamkan kepalanya dalam pelukanku.

Setelah beberapa lama, aku duduk di samping Tante Ani. Kuusap-usap dan sibakkan rambutnya. Kusap pipinya dari airmata yang masih mengalir. Pelahan kucium keningnya. Kemudian, entah siapa yang mulai tiba-tiba bibir kami sudah saling bertemu. Ternyata, kalau tidak sedang merasa sungkan atau takut, aku cukup lancar juga mengikuti naluri kelelakianku.

Cukup lama kami berciuman bibir, dan makin lama makin liar. Aku mulai mengusap punggung Tante Ani yang masih memakai baju lengkap, dan kadang turun untuk meremas pantatnya. Tante Ani pun melakukan hal yang sama padaku.

Tante Ani sepertinya kurang puas bercumbu dengan pakaian lengkap. Tangannya mulai membuka kancing baju seragam SMU-ku, kemudian dilepasnya berikut kaos dalam ku. Kemudian dia melepaskan pelukanku dan berdiri. Pelan-pelan dia membuka pakain luarnya, sampai hanya memakai CD dan BH. Meskipun aku sudah melihat Tante Ani telanjang, tapi pemandangan yang sekarang ada di depanku jauh membuat nafsuku bergejolak, meskipun masih tertutup CD dan BH. Aku langsung berdiri, kupeluk dan kudorong ke arah dinding, sampai kepala Tante Ani membentur dinding, meski tidak begitu keras.

“Ah, pelan-pelan doonnng,” kata Tante Ani manja diiringi desahannya desahannya.

Aku semakin liar saja. Kupagut lagi bibir Tante Ani, sambil tanganku meremas-remas buah dadanya yang masih memakai BH. Tante Ani tidak mau kalah, bahkan tangannya sudah mulai melepaskan melorotkan celana luar dan dalamku. Kemudian, diteruskannya dengan menginjaknya agar bisa melorot sempurna. Aku bantu upaya Tante Ani itu dengan mengangkat kakiku bergantian, sehingga akhirnya aku sudah telanjang bulat.

Setelah itu Tante Ani membantuku membuka pengait BH-nya yang ada di belakang. Rupanya dia tahu aku kesulitan untuk membuka BH-nya. Sekarang aku leluasa meremas-remas kedua buah dada Tante Ani yang cukup besar itu, sedang Tante Ani mulai mengelus dan kadang mengocok penisku yang sudah sangat tegang.

Kemudian tante setengah menjambak Tante Ani mendorong kepalaku di arahkan ke buah dadanya yang sebelah kiri. Kini puting susu itu sudah ada di dalam mulutku, kuisap-isap dan jilati mengikuti naluriku.

“Aaaaahh….. oooouhghhh… ” desahan Tante Ani makin keras sambil tangannya tak berhenti mempermainkan penisku.

Beberapa kali aku isap puting susu Tante Ani bergantian, mengikuti sebelah mana yang dia maui. Setelah puas buah dadanya aku mainkan, Tante Ani mendorong tubuhku pelan ke belakang. Kemudian dia berputar, berjalan mundur sambil menarikku ke arah ranjang. Sampai di pinggir ranjang, Tante Ani sengaja menjatuhkan dirinya sehingga sekarang dia telentang dengan aku menindih di atasnya, sementara kakinya dan kakiku masih menginjak lantai. Setelah itu, dia berusaha melorotkan CD-nya, yang kemudian aku bantu sehinggap Tante Ani kini untuk kedua kalinya telanjang bulat di depanku.

Usai melepas CD-nya aku masih berdiri memelototi pemandangan di depanku. Tante Ani yang telentang dengan nafas memburu dan mata agak saya menatapku. Gundukan di selangkangannya yang ditumbuhi bulu tidak begitu lebat nampak benar menantang, seperti menyembul didukung oleh kakinya yang masih menjuntai ke lantai. Bibir vaginanya nampak mengkilap terkena cairan dari dalamnya. (Waktu itu aku belum bisa menilai dan membanding-bandingkan buah dada, mana yang kencang, bagus dan sebagainya. Paling hanya besar-kecilnya saja yang bisa aku perhatikan).

“Sini sayaangg.. ,” panggil Tante Ani yang melihat aku berdiri memandangi tiap jengkal tubuhnya. Aku menghampirinya, menindih dan mencoba memasukkan penisku ke lubang vaginanya. Tapi, Tante Ani menahanku. Nampak dia menggeleng sambil memandangku. Kemudian tiba-tiba kepalaku didorong kebawah. Terus didorong cukup kuat sampai mulutku persis berada di depan lubang vaginanya. Setelah itu Tante Ani berusaha agar mulutku menempel ke vaginanya. Awalnya aku ikuti, tapi setelah mencium bau yang aneh dan sangat asing bagiku, aku agak melawan.

Mengetahui aku tidak mau mengikuti kemauannya, dia bangun. Ditariknya kedua tanganku agar aku naik ke ranjang, ditelentangkannya tubuhku. Sempat aku melihat bibirnya tersenyum, sebelum di mengangkang tepat di atas mulutku.

“Bleepp… ” aku agak gelagapan saat vagina Tante Ani ditempel dan ditekankan di mulutku. Tante Ani memberi isyarat agar aku tidak melawan, kemudian pelan-pelan vaginanya digesek-gesekkan ke mulutku, sambil mulutnya mendesis-desis tidak karuan. Aku yang awalnya rada-rada jijik dengan cairan dari vagina Tante Ani, sudah mulai familiar dan bisa menikmatinya. Bahkan, secara naluriah, kemudian ku keluarkan lidahku sehingga masuk ke lubang vagina Tante Ani.

“Oooohhh… sssshhh… pinter kamu sayang… oh… ” gerakan Tante Ani makin cepat sambil meracau. Tiba-tiba, dia memutar badannya. Kagetku hanya sejenak, berganti kenikmatan yang luar biasa setelah penisku masuk ke mulut Tante Ani. Aku merasakan kepala penisku dikulum dan dijilatinya, sambil tangannya mengocok batang penisku. Sementara itu, vaginanya masih menempel dimulutku, meskipun gesekannya sudah mulai berkurang. Sambil menikmati aku mengelus kedua pantat Tante Ani yang persis berada di depan mataku.

Setelah puas dengan permainan seperti itu, Tante Ani mulai berputar dan bergeser. Masih mengangkang, tapi tidak lagi di atas mulutku, kali ini tepat di atas ujung penisku yang tegak.

“Sleep.. blesss… ooooooooooooohhhhhh,” penisku menancap sempurna di dalam vagina Tante Ani diikuti desahan panjangnya, yang malah lebih mirip dengan lolongan.

Tante Ani bergerak naik turun sambil mulutnya meracau tidak karuan. Tidak seperti yang pertama waktu di rumah Tante Ani, kali ini aku tidak pasif. Aku meremas kedua buah dada Tante Ani yang semakin menambah tidak karuan racauannya. Rupanya, aksi Tante Ani itu tidak lama, karena kulihat tubuhnya mulai mengejang. Setengah menyentak dia luruskan kakinya dan menjatuhkan badannya ke badanku.

“Ooooooooohhh…. Aaaaaaaaahhh….. ” Tante Ani ambruk, terkulai lemas setelah mencapai puncak.

Beberapa saat dia menikmati kepuasannya sambil terkulai di atasku, sampai kemudian dia berguling ke samping tanpa melepas vaginanya dari penisku, dan menarik tubuhku agar gantian menindihnya.

Sekaraang gantian aku mendorong keluar-masuk penisku dari posisi atas. Tante Ani terus membelai rambut dan wajahku, tanpa berhenti tersenyum. Beberapa waktu kemudian aku mempercepat sodokanku, karena terasa ada bendungan yang mau pecah.

“Tanteeeeee……. Oooooohhh……. ” gantian aku yang melenguk panjang sambil membenamkan penisku dalam-dalam. Tante Ani menarik tubuhku menempel ketat ke dadanya, saat aku mencapai puncak.

Setelah sama-sama mencapai puncak kenikmatan, aku dan Tante Ani terus ngobrol sambil tetap berpelukan yang diselingi dengan ciuman. Waktu ngobrol itu pula Tante Ani banyak memberi tahu tentang seks, terutama bagian-bagian sensitif wanita serta bagaimana meng-eksplor bagian-bagian sensitif itu.

Setelah jam 4 sore, Tante Ani mengajak pulang. Aku sebenarnya belum mau pulang, aku mau bersetubuh sekali lagi. Tapi Tante Ani berkeras menolak.

“Tante janji, kamu masih terus bisa menikmati tubuh tante ini. Tapi ingat, kamu harus kembali bersikap seperti biasa, terutama pada Agus. Dan kamu harus kembali ke tim sepakbola. Janji?”

“He-em,” aku menganggukkan kepala.

“Ingat, kalau kamu tepat janji, tante juga tepat janji. Tapi kalau kamu ingkar janji, lupakan semuanya. Oke?” Aku sekali mengangguk.

Sebelum aku dan Tante Ani memakai pakaian masing-masing, aku sempatkan mencium bibir Tante Ani dan tak lupa bibir bawahnya. Setelah selesai berpakaian, Tante Ani memberiku ongkos taksi dan menyuruhku pulang duluan.

Sejak itu perasaanku mulai ringan kembali, dan aku sudah normal kembali. Aku juga bergabung kembali ke tim sepakbola sekolahku, yang untungnya masih diterima. Dari sepakbola itulah yang kemudian memuluskan langkahku mencari kerja kelak. Dan Tante Ani menepati janjinya. Dia benar-benar telah menjadi pasangan kencanku, dan guru sex-ku sekaligus. Paling sedikit seminggu sekali kami melakukannya berpindah-pindah tempat, dari hotel satu ke hotel yang lain, bahkan kadang-kadang keluar kota. Tentu saja kami melakukannya memakai strategi yang matang dan hati-hati, agar tidak diketahui orang lain, terutama keluarga Tante Ani.

Sejak itu pula aku mengalami perubahan yang cukup drastis, terutama dalam pergaulanku dengan teman-teman cewek. Aku yang awalnya dikenal pemalu dan jarang bergaul dengan teman cewek, mulai dikenal sebagai play boy. Sampai lulus SMU, beberapa cewek baik dari sekolahku maupun dari sekolah lain sempat aku pacari, dan beberapa di antaranya berhasil kuajak ke tempat tidur. (Lain waktu, kalau sempat saya ceritakan petualangan saya tersebut).

Begitulah kisah awalku dengan Tante Ani, yang akhirnya merubah secara drastis perjalanan hidupku ke depannya. Sampai saat ini, aku masih berhubungan dengan Tante Ani, meskipun paling-paling sebulan atau dua bulan sekali. Meskipun dari segi daya tarik seksual Tante Ani sudah jauh menurun, namun aku tidak mau melupakannya begitu saja. Apalagi, Tante Ani tidak pernah berhubungan dengan pria lain, karena dianggapnya resikonya terlalu besar.

Begitulah, Tante Ani yang terjepit antara hasrat seksual menggebu yang tak terpenuhi dengan status sosial yang harus selalu dijaga.


JANGAN LUPA LIHAT INFORMASI DIBAWAH INI JUGA YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA JUGA LO....


Salon Plus Plus Tante Seksi

Untuk sementara waktu artikel tentang: Salon Plus Plus Tante Seksi
sedang kami edit ulang untuk kepuasan smua pengunjuang blog. setelah lengkap dan akurat segera kami posting kembali artikel tentang: Salon Plus Plus Tante Seksi
trims sebelumnya


Untuk sementara waktu informasi yang sobat-sobat cari kami ganti dengan cerita plus dibawah ini ya... semoga ceritanya bisa menghibur sobat-sobat...

Suami Yang Perhatian

Keadaan di rumah jadi berubah setelah sebuah pertanyaan terlontar darinya di malam itu. Aku dan Riri telah menikah selama 21 tahun, kami mempunyai seorang anak lelaki, Angga. Riri adalah seorang ibu rumah tangga dan sejauh yang kutahu dia selalu setia. Waktu itu kami sedang membaca di atas tempat tidur untuk menghabiskan malam, saat dia menanyakan pertanyaan yang tak terpikirkan itu. "Apa kamu pernah menyetubuhi ibu kandungmu?" "Pernah apa?" aku bereaksi dengan terkejut. "Kamu mendengarnya." lanjutnya. "Waktu kamu muda dan masih ikut orang tua, pernahkah kamu bersetubuh dengan ibu kandungmu?" "Pertanyaan seperti apa itu?" tanyaku. "Ini bukan pertanyaan mengada-ada.. Kenyataannya itu hal yang kerap terjadi, cuma orang-orang tak mau membicarakannya. Saat kamu muda aku dapat mengerti jika kamu menyimpan rahasia seperti itu, jadi ayahmu tak mengetahuinya, tapi itu sudah berlalu dan kupikir kamu dapat menceritakannya pada isterimu sekarang, kan?" tanyanya. "Tidak, aku tak pernah melakukannya dengan ibuku. Dan aku yakin itu hal yang tabu dan melanggar hukum." aku menegaskan. Isteriku terdiam. "Yah, jadi itu tak layak dan kemarin aku dengar 90% orang yang menikah mengakui pernah melakukannya." jawabnya. "Jadi, aku harap perkawinan kita salah satu dari yang 1% itu." kataku. Riri memejamkan matanya dan tersenyum. "Jadi kamu setidaknya mempunyai fantasi untuk melakukannya kan?" tanyanya. "Tidak, aku tak pernah membayangkannya, demi Tuhan dia adalah ibu kandungku!" aku berteriak. Isteriku menggelengkan kepalanya. "Pembohong." katanya. "Sebagian besar remaja berfantasi untuk menyetubuhi ibunya, ini kenyataan yang umum. Kamu berfantasi untuk menyetubuhi ibumu seperti halnya Angga yang berfantasi untuk menyetubuhiku." "Riri, itu gila, bagaimana kamu dapat beranggapan seperti itu terhadap anakmu sendiri?" tanyaku. "Karena itulah kenyataannya.. Angga tak berbeda dengan remaja lain seumurannya yang bermimpi tentang apa yang ada di antara paha ibu mereka saat ayah mereka pergi kerja. Itu benar-benar alami." katanya. "Kamu tak tahu tentang hal itu." kataku. "Sayang, percayalah padaku, aku adalah ibunya dan seorang ibu tahu hal-hal seperti itu." katanya. "Oh, ayolah Ri, kamu bertingkah sepertinya kamu tahu apa yang anak-anak pikirkan." kataku. "Seorang ibu biasanya tahu lebih dari apa yang kamu kira." katanya. "Oh, benarkah, jadi apa yang kamu tahu tentang Angga yang tak kumengerti?" tanyaku jengkel. "Aku tahu kalau dia bermasturbasi tiga kali sehari, kadang empat kali. Dia berfantasi sedang menggesekkan penisnya di antara pahaku. Dia mengambil keranjang cucianku saat aku dan kamu sedang pergi dan senang menghirup dan menghisapi celana dalamku yang kotor. Dia juga senang dengan wanita yang berdada besar, terutama yang sedang hamil.. Apa kamu mau tahu lebih banyak lagi?" tanyanya. Aku terdiam oleh perkataannya. "Bagaimana kamu tahu semua itu?" tanyaku. Riri tersenyum puas. "Seorang ibu mempunyai caranya sendiri." jawabnya "Yakin kamu tak membicarakan dengannya tentang hal ini?" tanyaku. "Sayang, segera setelah kamu pergi kerja dan melakukan pekerjaan hingga tak begitu memperhatikan Angga dan aku, seorang ibu dan anak mempunyai dunianya sendiri di sini di rumah, yang tak harus diperhatikan oleh seorang anak." katanya. "Riri, kamu dan Angga tidak.." aku tak dapat menyelesaikan. "Bersetubuh?" dia berkata dengan tersenyum. "Jika aku menyetubuhi anakku sendiri, artinya aku sangat menarik baginya. Itu bukan topik yang akan dibicarakan seorang isteri pada suaminya." Aku mulai merasakan darahku bergolak. "Riri, tolong katakan padaku, ya atau tidak. Apa kamu dan Angga telah melakukannya?" aku mendesaknya. Seiring wajahku memerah, isteriku tertawa dan menjulurkan jarinya ke wajahku dengan lembut. "Sayang, kamu membuat hal ini jadi rumit. Ini sangat mengganggumu ya?" dia bertanya sambil menahan tawanya. "Aku hanya berpikir kalau aku berhak untuk tahu!" kataku. "Tidak, kamu tidak perlu mengetahuinya. Sayang, aku mencintaimu, sebagai ayah dan suami, tapi tidak ada tempat di antara hubungan antara seorang ibu dan anaknya. Apa yang terjadi di rumah ini saat kamu pergi bukanlah urusanmu dan tak perlu perhatianmu. Kalau seorang ibu dan anaknya di rumah ini bersetubuh, maka kamu tak berbeda dengan ayah yang lainnya dan tak akan pernah tahu tentang itu." katanya. Dia memberiku sebuah senyuman hangat. "Kamu sudah capek dan kamu punya hari yang sibuk besok. Tidurlah sekarang." katanya. Malam itu aku tak benar-benar bisa tertidur. Pagi harinya, aku bangun seperti biasa dan Riri menyiapkan sarapan untukku dan mengantarku sampai pintu depan. Dia memakai baju terusan yang membuat payudaranya begitu terlihat indah menantang. Aku lihat Angga turun dari tangga dengan mengenakan celana pendek. "Dia bangun lebih awal." kataku. "Ya, aku bilang padanya dia bisa bantu ibunya mengecat kuku dan mencuci baju yang kotor." dia berkata sambil meringis. Perutku melilit. "Jadi apalagi yang kalian kerjakan hari ini?" tanyaku curiga. "Oh, aku yakin kami akan menemukan sesuatu yang bisa mempererat hubungan kami." jawabnya sambil tersenyum lebar. "Lebih baik kamu segera berangkat, sayang. Kamu nanti bisa terlambat lho." Aku berjalan keluar dengan membanting pintu. Waktu aku berjalan ke mobil, aku dengar isteriku mengunci pintu di belakangku dan berpikir dunia macam apa yang telah dibuat isteriku bersama Angga saat aku tak ada. Tanpa sadar, penisku terasa mengeras dari balik celanaku. Sial, seharusnya aku lebih dekat dengan ibuku! Seharian itu aku tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan. Otakku dibakar oleh beribu pertanyaan. Apakah isteriku dan anakku yang berumur 18 tahun berbuat gila? Akhirnya, siangnya aku ambil telepon dan memutar nomor rumahku agar aku bisa tahu dengan jelas apa yang mereka kerjakan di dunianya. Setelah cukup lama tak ada yang mengangkat, akhirnya terdengar suara isteriku di sana. "Hh.. Halo.." Dia berkata. Aku dapat mendengarnya bernafas dengan susah. "Halo sayang, ini aku." jawabku. Terdengar suara ganjil berulang-ulang di belakang, seperti suara kulit yang beradu dengan kulit. "Sayang, a.. aku tak bis.." dia mencoba bernafas dengan susah. "Aku tak bisa bicara sekarang, telepon aku lagi saja nanti." lanjutnya. KLIK!! Dia tutup teeponnya. Perutku tiba-tiba saja jadi terasa mulas. Aku tak pernah membayangkan isteriku akan berselingkuh, apalagi dengan anak kami yang masih remaja. Mungkinkah itu? Aku pulang kerja lebih awal hari itu. Aku ingin mengadakan penyelidikan. Aku harus yakin. Aku lalui jalan hanya untuk melihat isteri dan anakku yang keluar dari jalan dengan minivan isteriku. Aku ikuti mereka ke mall pada sisi lain kota ini. Dengan mengendap, aku masuki mall itu dan mengikuti mereka dari belakang. Aku terkejut saat melihat mereka berjalan bergandengan tangan dengan mesra, layaknya sepasang kekasih yang sedang belanja. Tingkah laku isteriku seperti seorang gadis remaja saja. Aku mengikuti isteri dan anakku yang berkeliling di seluruh mall ini, bergandengan tangan seperti remaja yang sedang kasmaran. Paling tidak, dia sudak tak muda lagi, umurnya sudah 38 tahun dan sudah menikah dan yang satunya anak muda yang baru berumur 18 tahun. Walaupun begitu, isteriku dapat mengimbanginya. Dia tak pernah semesra itu denganku, tapi benar-benar lain dengan anakku. Aku jadi lebih terkejut lagi saat mereka duduk berdua di bangku itu. Lengan isteriku melingkar di pundaknya, membelai mesra rambutnya. Bibirnya mendekat, membisikkan padanya sesuatu yang dapat kukira hanyalah cumbuan tentang seks. Aku tak mahir dalam hal membaca gerak bibir, tapi sungguh jelas sekali kalau yang keluar kebanyakan hanyalah 'bersetubuh, penis dan vagina' dari mulut isteriku. Kalau itu belumlah cukup, isteriku melepaskan sandalnya dan menggerakkan kakinya pada betis anakku. Setiap sekali gerakan disertai dengan tiupan dan ciuman ringan di leher anakku. Mereka meninggalkan mall dan aku memastikan kalau aku akan mengikuti mereka pulang, tapi mereka tidak pulang. Isteriku mengendarai mobilnya membawa mereka keluar kota sampai ke hutan. Dia berhenti di jalanan yang sedikit berlumpur dan itu membuatku terperanjat saat mengetahui kemana dia akan membawanya. Mereka akan pergi ke bagian rahasia di hutan ini, tempat dimana aku dan isteriku biasanya berkencan dulu. Tahu tepatnya tempat itu, aku parkirkan mobilku dan melanjutkan membuntuti mereka dengan berjalan kaki. Lima belas menit kemudian aku menemukan van isteriku terparkir di bawah semak-semak. Aku juga melihat mereka tak mau menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Jendela mobil tertutup rapat dan van itu terlihat bergoncang-goncang. Aku mendekat dan segera saja telingaku menangkap erangan-erangan mesum mereka. "Oh, ya.. Lebih keras, sayang, setubuhi ibumu dengan benar!" isteriku merajuk. "Oh Tuhan, tekan!! Kerjai vaginaku, sayang!!" dia berteriak. "Hahh, dorong penis besarmu lebih dalam lagi.. Oouuhh!!" lanjutnya. Dan bila kata-kata tak senonoh itu belumlah cukup, selang beberapa menit kemudian, "Oh, rasanya sungguh nikmat dikerjai oleh pria jantan. Ya, begitu, lebih keras lagi.. Leb.. Bih dallaam!! Oh Tuhan aku keluar!! Aku keluar!!" Aku tak mampu menerimanya lagi. Yang dapat kulakukan hanya berbalik kemudian lari. Aku lari secepat yang kubisa menuju ke mobilku. Aku masih dapat mendengar isteriku menjerit dan mengerang, suaranya bergema dalam kepalaku. Aku nyalakan mobilku, hatiku mendidih, air mataku keluar. Aku menyetir dengan gila.. Dalam perjalanan pulangku, bayangan tentang anakku yang berada di antara paha isteriku menghantui aku. Apa yang harus kuperbuat? Malam itu aku dan isteriku berbaring berdampingan di ranjang perkawinan kami. Dia memegang sebuah majalah dan berpura-pura membacanya. Tak lama kemudian dia meletakkan majalah itu dan menatapku. "Sayang, ada sesuatu yang harus kuceritakan padamu." katanya. "Apa?" tanyaku, bersiap untuk hal terburuk, setidaknya dalam hal ini tak ada yang akan mengejutkanku. "Aku hamil." dia berkata dengan senyuman mengembang. Tak sekali pun dalam setahun belakangan ini aku menggauli istriku tanpa kondom. Dia tahu itu, aku tahu itu, dan dia pasti juga tahu bahwa aku mengetahuinya. "Ini bukan bayiku, kan?" tanyaku. Senyumnya hampir menyerupai seringai. "Tidak." jawabnya. "Angga?" kejarku. Istriku menjadi serius. "Sebelum kamu pergi, biarkan aku mengingatkanmu kalau ayahku adalah seorang pengacara dan jika kamu menceraikanku, kamu tahu bahwa Angga dan aku akan mendapatkan ini semua, segalanya, dan kamu tak mendapatkan apa pun." ancamnya "Sudah berapa lama kalian berdua melakukan ini?" aku bertanya. "Kamu tidak perlu tahu itu. Yang harus kamu ketahui sekarang adalah bahwa Angga dan aku telah memutuskan ada hal-hal yang perlu diubah." katanya. "Seperti apa?" tanyaku dengan marah. "Yah, pertama, kami akan mempertahankan bayi ini dan ya, ini memang bayiku dengan Angga." jelasnya. "Yang kedua, Angga akan pindah ke kamar ini dan berbagi tempat tidur denganku, dan sebaliknya mulai sekarang kamu tidur di tempat tidurnya Angga." lanjutnya. Aku hanya bisa menahan amarah. "Dan yang ketiga, kalau kamu menolak, aku dan Angga akan pindah dan mengontrak sebuah rumah bersama dan menuntut uang cerai darimu." katanya memojokkanku. "Ini gila, kamu adalah istriku.." "Ya, dan kamu suamiku, dan akan tetap seperti itu, tapi suami sebenarnya dan kekasihku sekarang adalah Angga. Dan kami memutuskan bahwa kamu harus tetap bekerja seperti biasanya sedangkan Angga dan aku akan tinggal di rumah membuat bayi, kami juga sudah memutuskan ingin mempunyai tiga orang anak lagi." katanya. "Kamu katakan padaku kalau aku bahkan tidak boleh tidur denganmu, isteriku sendiri?" tanyaku tak percaya. "Tidak, maaf. Angga dan aku yang akan tidur di ranjang ini mulai sekarang." Lalu dia memandang ke arah pintu. "Angga, cintaku, apa kamu di sana?" panggilnya. Anakku masuk ke kamar dengan tas ransel berisi barang-barangnya. Dia memandang pada ibunya dan aku. "Maaf, Ayah." dia berkata dengan menyeringai. "Sayang, kenapa kamu tidak pergi dan bersihkan dirimu sebelum naik ke ranjang." kata isteriku. Perutku jadi mulas. Isteriku menatapku tajam. "Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin sendirian dengan ayah dari anakku. Ambil barang-barangmu dan pergilah ke kamarmu." perintahnya. "Sayang, tolonglah.. Kita bicarakan hal ini." aku memohon. "Tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku minta maaf, Sayang, tapi sekarang kamu bukan lagi seorang kepala rumah tangga." katanya. "Aku akan berusaha, aku bersumpah." ucapku putus asa. "Jangan, Sayang! Kamu boleh berusaha semampumu tapi kamu tidak akan bisa menyamai bahkan hanya separuh dari Angga di atas ranjang. Kamu tak bisa memohon padaku, kamu tak memiliki stamina untuk itu. Suka atau tidak, kamu tidak memiliki barang yang cukup besar untuk pekerjaan itu.. Dan anakmu memilikinya." Serasa sebilah pisau yang merobek hati. Aku bangkit dari tempat tidur dan mengemasi barang-barangku. Angga keluar dari kamar mandi dan menempatkan dirinya di samping ibunya di ranjang. Dia berada di bawahnya dengan cepat, memeluknya erat hingga menekan payudaranya yang besar. "Inilah suami baruku. Kemari dan bercintalah dengan isterimu yang sedang hamil" katanya. Itu semua serasa mimpi buruk. Aku pandangi mereka berdua di balik selimut. Bisa kukatakan anakku sedang menempatkan dirinya di antara paha ibunya. Aku dapat mendengar mereka berciuman dengan hebatnya. Isteriku muncul dari balik selimut, memandangku. "Sayang, dapatkah kamu matikan lampu dan menutup pintunya saat kamu keluar?" pintanya. Aku hanya bisa mematuhinya. Malam itu aku rebah di tempat tidurku yang baru dengan mendengarkan teriakan-teriakan yang berasal dari kamar yang semula kutempati bersama isteriku. Erangan isteriku menggema di setiap sudut rumah. Semalaman itu aku dengar rangkaian rintihan tabu mereka. Isteri dan anakku sedang membuat bayi mereka dan akan menamakannya seperti nama ayahnya. Tahun demi tahun berlalu dan mereka telah memiliki 3 anak, semuanya laki-laki. Seiring waktu berlalu, anak-anak itu tumbuh jadi remaja, Angga tua telah menemukan seorang wanita muda yang cantik dan atas seijin ibunya boleh dinikahinya. Kemudian Angga pindah dan meninggalkan anak-anaknya bersamaku dan ibunya. Dalam beberapa tahun kemudian aku kembali pada kehidupan rumah tanggaku semula, hingga pada suatu malam saat kami sedang rebahan di atas tempat tidur seperti biasa, terdengar ketukan di pintu dan Angga muda, yang sekarang juga telah berumur 18 tahun, berdiri di sana dengan tas ranselnya. Isteriku, yang sekarang berusia lima puluhan meletakkan majalahnya dan kembali menoleh padaku dengan tersenyum.
JANGAN LUPA LIHAT INFORMASI DIBAWAH INI JUGA YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA JUGA LO....


9 Foto Cewek Salon Plus Plus

Artikel yang berjudul: 9 Foto Cewek Salon Plus Plus
sedang dalam proses perbaikan, setelah selesai kami diting segera mungkin saya posting kembali informasi yang berjudul: 9 Foto Cewek Salon Plus Plus
trims, mohon maklum adanya

Untuk sementara waktu informasi yang rekan-rekan cari kami ganti dengan cerita dewasa dibawah ini ya... semoga ceritanya bisa menghibur rekan-rekan...

Seru Banget

Hai.. Namaku Dewi, umur 26 tahun. Aku termasuk cewek yang punya tingkat libido yang tinggi. Aku nggak pernah lama pacaran, karena aku orangnya nggak pernah puas ngesek sama pacar-pacarku dan cepat bosan. Bahkan sampai sekarangpun aku sering mencari kepuasan sendiri. Dan itupun nggak terbatas, cowok bahkan cewek sekalipun aku doyan. Yang paling ngedukung adalah wajahku yang lumayan dan bodiku yang nggak ngecewain. Hanya dengan modal senyum dan baju sexy, banyak cowok yang pengin berbagi kenikmatan denganku. Kebayakan mereka nggak tahan kalau melihat dadaku yang padat membusung atau pahaku yang sekal. Aku juga nggak perlu capek cari partner cewek, karena aku mengenal betul siapa cewek-cewek yang bisa diajak main. Aku,Kristin Dan Eric. Aku bekerja sebagai asisten akuntan di sebuah Jasa Akuntan Publik yang cukup terkenal di Surabaya. Pekerjaan yang melelahkan dari jam delapan pagi sampai delapan malam itu terkadang memerlukan refresing juga. Bahkan hari ini aku lembur sampai jam setengah sebelas. Makanya ketika Kristin, teman kerjaku ngajakin dugem, aku langsung mengiyakan. Aku tahu Kristin nggak mungkin hanya mengajak dugem aja. Karena aku tahu Kristin itu penganut paham lesbisme. Tapi tak apalah, aku juga ketagihan digerayangin jemari lentik cewek. Apalagi Kristin sangat menggairahkan. Dadanya montok sedikit tak serasi dengan tubuhnya yang agak kurus, tapi kencang banget. Sudah lama aku pengin meremas-remas payudaranya bahkan mengemut puting payudaranya itu. Dengan naik mobilnya, kami segera meluncur ke sebuah diskotik yang tak terlalu besar tapi cukup ramai. Sesampainya di diskotik kami segera mencari meja kosong di sudut diskotik. Walaupun di pojok tapi cukup mudah memandang ke arah floor dance. Lalu kami memesan minuman beralkohol ringan untuk menghangatkan badan. Ketika si pelayan beranjak pergi setelah mengantarkan pesanan kami, Kristin mulai merapatkan tubuhnya kepadaku. Aku pura-pura tak peduli sambil terus mengobrol dengannya. Tapi makin lama jemari Kristin mulai berani meraba-raba pahaku yang masih terbalut span ketat. Rangsangan itu mengena padaku hingga aku balas dengan makin memperdekat jarak duduk kami. Tapi belaian Kristin makin panas menyusup ke balik rokku. Karena tak tahan dan malu jika harus dilihat orang, aku segera mengajak Kristin melantai. “Kita turun yuk?” kataku. “Enak disini aja ah,” jawabnya menolak. “Ayo dong Kris.” Aku menarik tangannya untuk turun ke floor dance. Kami ngedance mengikuti hingar bingar musik diskotik. Dalam keremangan dan kilatan lampu, aku lihat keayuan wajah Kristin yang nampak lugu. Melihatku tersenyum-senyum kearahnya, Kristin meliuk-liukkan tubuhnya erotis. Daya rangsang yang dinampakkannya dari gerakan tubuhnya dan senyuman nakalnya semakin membuatku mabuk. Sambil bergoyang aku peluk tubuhnya hingga kedua payudara kami saling berbenturan. Sesekali tanganku dengan nakal meremas bokongnya yang masih tertutup celana panjang. Tangannya mendekap erat tubuhku bagai tak ingin terlepas. Tanganku kian nakal mencoba berkelana dibalik kemejanya dan meremas kedua payudaranya yang masih terbalut BH. Ooohh.. begitu halusnya payudara Kriswin, halus dan kenyal banget. Lalu tanganku bergerak melepas pengait BH nya sehingga dengan bebas tangan kananku dapat membelai dan meremas buah dadanya yang keras sementara tangan kiriku telah membekap kemaluannya yang masih terlindung celana panjangnya. Sementara Kristin memejamkan matanya meresapi setiap sentuhanku sambil terus bergoyang mengikuti musik yang menghentak-hentak. Tubuhnya bergerak merapat ke tubuhku. “Kamu ganas juga, ya?” bisiknya. “Tapi kamu suka kan?” Kristin merapatkan tubuhnya sambil menciumi belakang telinga kananku. Hembusan hangat nafas Kristin membuat gairahku bagai dipacu. Jemariku segera mencari-cari puting susunya lalu memelintirnya sampai membuat Kristin mengikik kegelian. Satu jam kemudian Kristin mengajakku pergi dari diskotik itu. Kami telah sama-sama sepakat akan meneruskan gairah kami hingga terpuaskan. Kami menuju ke sebuah hotel terdekat lalu segera menuju kamar yang telah kami pesan. Setibanya di kamar Kristin melucuti pakaiannya sambil menirukan gaya penari stripis. Secara halus, perlahan demi perlahan dilucutinya pakaiannya satu persatu dengan gerakan yang membuat air liurku hendak nenetes. Tinggal CD-nya saja yang masih melekat. Dengan kedua payudara yang menggantung indah Kristin mendekatiku perlahan sambil mempermainkan CDnya yang sudah basah. Akupun ikut melucuti pakaianku dengan gerakan-gerakan yang juga aku buat seerotis mungkin. Mata Kristin berbinar-binar ketika BH-ku menghilang dari kedua payudaraku. “Wowww.. besar dan kencang sekali.. buat aku ya..” kata Kristin sambil membelai pinggiran buah dadaku, kemudian Kristin mengulum putingnya yang sudah mengeras sejak tadi. “Ooogghh.. sshh.. enak banget,” rintihku. Diisapnya dalam-dalam putingku itu dengan keahliannya. Sambil mengisap jemarinya terus menari-nari di payudara kiriku. Tanganku meremas-remas rambutnya yang mulai kucal sambil meremas-remas payudara kirinya yang sempat aku gapai. Lidah Kristin yang sudah terlatih menyapu seluruh permukaan payudaraku dan melumat putingku secara bergantian. Desahan kami berpacu diantara nafas-nafas kami yang sudah tak teratur lagi. Kemudian Kristin mencumbui perutku dan terus kebawah ke arah pusat kenikmatanku yang sebelumnya telah ditelanjanginya. “Bukit venusmu indah banget Wi..” pujinya membuatku tersanjung. Otot-otot vaginaku terasa menegang ketika jari-jari Kristin merenggangkan labia mayoraku. Lalu jari tengahnya mengorek-ngorek klitorisku dengan penuh perasaan. “Aaahh.. sshh.. mmhh..” desahku untuk kesekian kalinya. “Jilatin say.. aku paling suka..” Kristin menjilat klitorisku yang terasa tegang. Lalu menghisapnya kuat-kuat. Uaahh.. rasanya nikmat banget.. bahkan ketika lidahnya mulai turun menyusuri daerah sekitar lubang kawinku. Rasanya ingin mengeluarkan semua lava kenikmatanku yang menggedor-gedor ingin keluar. Akhirnya Kristin menjatuhkan diri ke tempat tidur dan menarik tanganku. Sementara buah dadanya kian kencang. Putingnya kian memerah. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat sudah membasahi sekujur tubuhnya. Seperti keringatku. Juga nafasku. Aku lorot CD-nya yang sudah basah benar. Lalu aku menindihnya hingga tubuh dan payudara kami saling berimpitan, bibirku dilumatnya dengan liar. Vagina kami saling bergesekan hingga menimbulkan rasa panas di masing-masing vagina kami. Suara srek.. srek.. akibat gesekan rumput vagina kami menambah nikmat sensasi yang tercipta. “Ooohh.. Wi.. sudah lama banget aku naksir kamu.. aahhgghh..” “Malam ini aku milikmu Kriiss..” Setelah sepuluh menit kami saling berpagutan lidahku bergerak menuruni leher jenjang Kristin sampai bibirku hinggap di payudaranya yang kencang dan ramun. Aku hisap puting susunya yang keras dan coklat. Akhirnya tercapai juga keinginanku untuk mengganyang pentilnya yang besar itu. “Wii.. terus aachh.. ehmm..” desahnya keenakan. Kemudian aku semakin turun dan menghisap pusarnya, Kristin tidak tahan diperlakukan demikian. Erangannya semakin panjang. “Aaach.. geli aach.. Wii..” Aku terus menghisap-hisap pusarnya lalu aku turun dan saat sampai di Vaginanya. Aku sibak rumput-rumput liar di bukit belahnya itu kemudian mulai menjilatinya dan sesekali menghisap klitorisnya yang menyembul sebesar kacang. “Aaacchh.. Wii terus achh.. enak..” Kristin semakin menggelinjang tangannya menarik-narik sprei kamar hotel itu dan beberapa saat kemudian dia menjerit kuat. Aaacchh..!! Dan dari vaginanya menyembur lendir kenikmatan yang cukup banyak. Sruupp.. langsung aku hisap habis. “Aaach Wii.. acchh..” jeritnya untuk kesekian kalinya. Setelah mengalami orgasme yang pertama itu, Kristin tergeletak di atas ranjang. Aku segera meraih HPku di dalam tas. Lalu segera mengirim SMS buat Eric, temanku ngewe. Kristin yang tahu kalau aku menghubungi seseorang berlagak cemburu. Dia segera duduk tepat di depanku. “Sms siapa sih say?” tanya Kristin cemberut. “Ada deh..” jawabku sambil tersenyum padanya. “Ah, nggak asyik. Katanya kamu malam ini milikku?” rajuk Kristin yang kemudian mengutak-utik vaginaku. Birahiku kembali bergelora. Aku biarkan saja Kristin mempermainkan daerah tersensitifku itu dengan jari-jari lentiknya. Nafasku memburu ketika ujung jari telunjuk Kristin masuk ke dalam lipatan vaginaku yang berair kemudian mengelus-elus lipatan dalamnya. “Hoohh.. baby swety.. enak banget..” rintihku. Payudaraku yang telah bengkak dijilatnya dengan lidahnya kemudian dilumatnya putingku yang sudah sangat keras itu. Sedangkan telunjuknya terus memilin-milin clitorisku. “Aaaghh.. terus.. yeaahh.. jilatin say..” Kristin berganti menjilati vaginaku sedangkan tangannya beralih meremas-remas payudaraku yang sudah sangat bengkak dan berwarna merah oleh hisap-hisapannya. Rasanya kakiku tak kuat menyangga tubuhku yang terasa berat oleh birahi yang telah sampai di ubun-ubun. Maka aku menghempaskan tubuhku diatas kasur dan Kristin meneruskan permainannya yang membawaku ke awang-awang. Kini kami melakukan 69 style. Saling hisap, saling jilat dan terkadang aku menekan lubang kenikmatannya dengan jempolku. Lubang asyiknya yang merah merona aku tusuk dengan jari telunjukku berkali-kali, begitu pula yang dilakukannya terhadapku. Berkali-kali klitorisku dihisap oleh Kristin kuat-kuat. Berkali-kali Kristin mengalami orgasme, tapi aku masih bisa bertahan. Hingga kemudian pintu kamar dibuka dari luar dan Eric muncul dari balik pintu. “Hallo gadis-gadis! Sedang asyik nih?” sapanya. “Ric, cepat sodokin aku dengan penismu!” teriakku pada Eric. Kristin segera minggir ketika Eric melucuti seluruh pakaiannya. Sepintas kulihat roman muka Kristin yang sedikit cemberut. Tapi aku nggak peduli yang penting Eric segera memuaskan birahiku dan membawaku ke pucuk-pucuk kenikmatan. Eric tersenyum lebar memandangi bibir kemaluanku yang semakin basah. Aku enggak tahan lagi, segera aku arahkan penis Eric yang sudah mengacung-acung keras itu ke lubang kemaluanku. “Aaaggh!” pekikku saat Eric menekan penisnya agar masuk semua ke dalam lubang kemaluanku. Blees!! Akhirnya seluruh batang penis Eric mampu menjebol lubang kenikmatanku. Rasa perih bercampur nikmat jadi satu ketika Eric mulai mengocok liang kawinku keluar masuk. “Aaawww.. enak banget vagina kamu Dewi.. seret.. tapi siip..” bisik Eric menyanjungku. Eric terus memompa vaginaku sampai kami tak sadar mengeluarkan desahan dan rintihan birahi yang membuat Kristin terangsang banget. Rasa cemburunya hilang bahkan Kristin mendekatiku lalu mengenyot payudara kiriku, sedangkan Eric juga mengenyot payudara kananku. Segala kenikmatan syahwat aku rasakan dengan mata tertutup dan bibir yang menganga mendesah-desah. Hingga kemudian aku merasakan lava kenikmatanku yang menggedor-gedor. “Aaahh aku mau keluar.. aahh.. sshh.. aahh..” pekikku. Eric memompa penisnya semakin cepat hingga aku kesulitan untuk mengimbanginya. Sedangkan lidahnya maupun lidah Kristin semakin liar menjelajahi payudaraku. Lalu.. aahh.. Lendir kenikmatanku menghangat basah dan licin menyembur hingga membecek di sekitar selakanganku. Eric terus memompa dengan liar hingga kemudian dia berteriak tertahan, “Aaagghh!!” Croot..croot.. spermanya muncrat tertelan lubang kenikmatanku hingga menghangat di dalamnya. “Riic.. keluarin penismu itu biar Kristin ngerasain nikmatnya pejuhmu. Kriiss.. hisap vagina aku say..” kataku kemudian. Kristin menjilat dan menghisap tandas semua cairan di vaginaku setelah Eric mencabut penisnya dari Vaginaku. Tapi tiba-tiba saja Kristin terpekik keras, “Aaacchh!!” Ternyata Eric menusukkan penisnya ke vagina Kristin yang cantik kalau menungging. Kristin misuh-misuh tapi kemudian ikutan ngerasain nikmatnya sodokan Eric yang sudah sangat berpengalaman ngentotin cewek-cewek dari berbagai usia. Sambil mengocok maju mundur, Eric berpegangan sambil meremas-remas payudara Kristin yang sudah keras banget. Aku sendiri menjilati vagina dan klitoris Kristin dan sekali-sekali menjilat buah pelir Eric hingga membuat mereka sampai di pucuk-pucuk asmara. “Aduuh sayang.. terus.. ah.. enak say.., nikmat sekali.. rasanya ingin keluar say, aduuh.. nikmatnya, terus.. yang cepat.. say.. aduh aku nggak tahan ingin keluar..” Kristin menceracau tak karuan beberapa saat kemudian tubuh Kristin menegang dan sur.. suurr croot.. croot.. Kemudian kami bertiga terkulai lemas bersimbah keringat yang membanjir. “Makasih ya say.. kalian berdua memang hebat,” gumamku penuh kepuasan. “Aku juga. Aku kira paling enak itu jadi lesbian, ternyata aku butuh variasi juga,” sambung Kristin. “You’re welcome. Kapan-kapan aku bersedia di episode berikutnya..,” ujar Eric. Lalu kami tertidur kelelahan tapi penuh kepuasan.
JANGAN LUPA LIHAT INFORMASI DIBAWAH INI JUGA YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA JUGA LO....


Salon Plus Plus Mahasiswi

Informasi mengenai:  Salon Plus Plus Mahasiswi
yang sobat-sobat cari dalam proses pengeditan, setelah artikel akurat, benar, dan tepat akan kami tayangkan kembali informasi yang berjudul: Salon Plus Plus Mahasiswi
mohon maklum atas ketidaknyamanan ini, trims.

Untuk sementara waktu informasi yang rekan-rekan cari kami ganti dengan cerita dewasa dibawah ini ya... semoga ceritanya bisa menghibur rekan-rekan...

Ronnie dan Julia
Edan! Teriakku seketika. Julia, pacarku minta three-some. “Tenang, kamu kenal juga kok cewek ini.” Lenny menenangkanku. “Gila kamu! kamu panas atau apa?” “Mas Ronnie, ayo donk. aku janji kalau kamu ngeliat dia bakal tegang deh! kalau nggak, aku turutin apa saja kamu mao deh.” “Emangnya sapa cewek itu? Kapan maunya?” Tanyaku mulai antusias. Aku harap cewek itu si Amy, cewekku punya cousin kalau bukan dia, si Monica, cousin Julia dari keluarga lainnya. “Ntar kamu tahu saja deh. Besok aku bakal ke rumah kamu agak telat and bawa cewe ini deh.” Aku masih ingat waktu baru jadian sama dia. Malam itu juga, aku hilangkan dia punya keperawanan. Sejak itu pula, dia mulai gila seks. Pertamanya sih dia berontak and bilang nggak mau. Tapi habis merasakan penisku masuk vaginanya, langsung tiap kali ketemu minta penisku. Soal mengulum pun begitu, dia mulanya nggak mau juga tapi akhirnya ketagihan juga dia sama rasa spermaku. Kadang-kadang kalau aku nyetir keluar kota di Indonesia barengan sama dia, aku harus berhenti di pinggir jalan beberapa kali. Haus katanya. Minta spermaku terus tuh anak. Malam itu aku nggak bisa tidur memikirkan posisi-posisi dan kemungkinan yang ada untuk pesta besok. Akhirnya, aku kalah juga dengan nature dan tidur nyenyak malam itu. Pagi-pagi aku bangun dan masih ingat mimpiku. Aku mimpi main bertiga, aku, Amy dan Julia. Aku siap-siap ke sekolah dan berangkat naik bus. Aku murid di satu sekolah pria di Singapore dan karena adanya krisis moneter, aku dilarang naik Taxi ke sekolah. aku tinggal sendirian dan temanku banyak yang sering ke rumahku untuk nonton BF atau bersenggama sama pacarnya. Sampai di skolah aku melamuni saja apa yang bakal terjadi nanti malam. “Ting tong”, belku berbunyi. Dalam hati aku tahu itu Julia. Makan malam yang baru kubuat langsung kusimpan and aku “open the door”. Benar juga dugaanku, itu si Julia. “Kok sendirian Jul, mana teman kamu?” aku tanya. “Wah, Mas Ronnie sudah ngebet yah? Tenang Mas, dia setengah jam lagi dateng, dia bakal bawa teman loh”, Dia tersenyum nakal. Siapa lagi yang bakal ikutan. kalau yang ikutan cowok, malas ah pikirku. “Cowok atau cewek sih yang bakal sama dia?” “Rahasia dong! Ntar kamu tahu sendiri deh. Eh mana dinnernya?” aku keluarin dinnernya dan kami makan malam. Pas, aku habis cuci-cuci bel pintu bunyi lagi. aku bukakan pintu. Gila! pikirku. Semua yang bakal kusetubuhi ini malam cewek-cewek impianku deh. Di depan pintu ternyata Amy dan Monica. Body Amy yang aduhai bikin aku ngiler, tapi muka cewekku si Julia memang paling cakep dari mereka bertiga, sementara si Monica ini kaya dua orang punya kelebihan digabung saja. Aku nggak bisa ngomong apa-apa. Aku cuma tercengang bengong melihati mereka berdua. Julia muncul dari belakang dan mempersilakan mereka masuk. Sambil menutup pintu, Julia mengelus penisku yang mulai keras. “As I told you Ron, you’ll be fucked happy tonight.” Katanya setengah berbisik. Gimana mau tahan? Mereka berdua pakai baju ketat banget, apa lagi si Amy, gila dia punya breast, gede banget, si Monica pun juga gede tapi masih kalah sama 36D-nya Amy. Cewekku punya sih biasa saja, 33C. Si Monica pasti at least 35C. Tanganku mulai gatal, jadi aku permisi mau ke WC dengan alasan mau buang air besar. Sampai di WC, penisku langsung kukeluarkan dan aku langsung saja mengocok. Sambil mengocok kututup mata membayangkan bersetubuh sama tiga cewek ini. Tiba-tiba saja, pintu WC-ku kebuka. Tiga cewek keren itu memperhatikan penisku menyemprot sperma ke lantai WC. Aku shock dan malu. Langsung saja aku buru-buru sembunyikan penisku ke dalam celana dalamku. Rupanya si Julia mengambil kunci serep WC dan membuka pintu WC ini. “Eh kita lagi nikmat-nikmat nonton kok di sembunyiin sih?” Tanya Amy dengan nada seksi. “Iya tuh.” sambung Julia dan Monica bersamaan. Aku cuma bisa diam saja. Amy masuk ke dalam diikuti sama Julia dan Monica. Aku berdiri, belum sempat pakai jeans-ku, dan mau balik ke kamar, di-stop oleh Amy. Tangannya masuk ke dalam celanaku dan mulai mengelus-ngelus penisku. Penisku langsung saja bangun dan siap kerja. Mereka bertiga kelihatannya lumayan terkesan dengan penisku. Sambil mengelus-ngelus pelan, Amy terkadang meremas dengan lembut. Enak banget rasanya. Tiba- tiba saja, si Amy merik penisaku dengan tujuan agar aku ikuti dia keluar. Genggamanya yang kuat dan tarikannya yang tiba-tiba, membuatku merasa sedikit tidak enak. Sampai di kamar, dia langsung mendorongku ke ranjang. Si Amy sendiri mulai melepas bajunya dan rok mininya. Ternyata dia nggak pakai BH atau celana dalam. Gila, dia punya buah dada dan perut kencang sekali. Bulunya pun dicukur habis, seperti anak kecil. Dia langsung tarik turun celana dalamku dan mulai memberiku kuluman. Mulutnya bergerak naik turun, dan badannya berada di atasku. Vaginanya ditaruh di depan mukaku seolah-olah minta dijilat. Aku menoleh dan memandang ke arah Julia. Julia ternyata sudah lagi 69 dengan Monica. Julia melirik ke arahku seolah mengerti kalau aku minta persetujuan dia untuk menjilati dan ‘menggitui’ si Amy. Dia nggak tanya atau apa-apa, cuma mengangguk dan meneruskan pekerjaanya. Aku buka kaosku dan langsung menjilati si Amy. Pertama mulai dari vaginanya, tapi dalam satu gerakan, aku sekaligus sentuh dia punya clitoris. Dia sudah basah banget. Amy langsung saja mendesah, “Ohh Ron, lick me there, suck my cunt! Lick my Clit! Make me cum!” tanganku yang dari tadi diam mulai main dengan pentilnya. Efeknya nggak perlu menunggu lama-lama. Sebuah aliran deras membasahi mukaku dan untuk sementara gerakan mulut Amy berhenti. Rupanya Amy sudah klimaks. Amy kemudian melanjutkan blow job-nya, tapi aku suruh dia berhenti. Aku suruh dia tiduran di ranjang sebentar. Aku pergi ke lemari mencari kondomku tapi nggak ketemu. Aku langsung saja berteriak, “Eh gimana nih, kondomku sudah habis.” Si Amy cuma ketawa dan bilang, “Tenang saja Mas Ronnie kita-kita ini pakai pil kok. Selain itu, kita-kita ini dijamin nggak ada penyakit loh.” Aku langsung saja balik ke ranjang dan menciuminya. Dia pun membalas ciumanku dengan ganasnya. Tanpa perlu ku arahkan lagi, homing missile-ku langsung kumasukan ke vaginanya, vaginanya yang basah dengan sedia menerima penisku yang gede itu. Tapi baru masuk sedikit aku mulai merasakan hambatan yang berada di dalam lubang cintanya itu. “Kamu masih perawan toh, kamu yakin kasih aku masuk.” Tanya aku. Kalau dia bisa jaga keperawanannya selama ini, aku salut dan menghargai keteguhan imannya. “Masukin donk Ron, aku mohon. Yang lain pada kecil jadi aku nggak kasih masuk. Kamu punya gede sih jadi pasti nikmat.” Jawabnya dengan suara yang memelas. “Siap yah, pertama bakal sakit loh.” “Iya iya, cepetan donk.” Aku langsung tancapkan masuk aku punya penis. Mukanya menunjukkan rasa sakit. Kubiarkan penisku beristirahat di dalam lubang cinta itu sesaat untuk membiarkan Amy terbiasa dengan penisku dulu. Sementara itu aku mulai menciumi dan memencet serta memainkan payudara si Amy. Si Amy mulai mendesah keenakan. Mukanya yang penuh sakit sudah hilang. Sementara itu erangan Julia dan Monica pun semakin keras dan dalam waktu sekejap erangan berganti dengan teriakan-teriakan “I’m cumming”, “Enak” “Aku climax”, dan sebagainya, akhirnya mereka pun diam. Aku pun mulai maju mundurkan pinggulku. Gerakanku itu membuat Amy mendesah “Oooh.. nice.. wonderful..” semakin cepat tempoku, semakin keras juga erangannya. Aku menurunkan bagian atas badanku untuk menciumi buah dadanya yang indah. Amy menaruh kedua tangannya di belakang kepalaku. Dalam posisi begitu, kuangkat dia dan seluruh berat badan dia bertumpang di pantatnya yang kupegang. Kudorong badannya ke dinding dan penisku masuk ke vaginannya sambil berdiri. Kakinya memeluk perutku. Dalam posisi ini, gravitasi pun membantu gerakan kami dan penisku serasa masuk semakin dalam. Setelah lima menit berlalu, aku merasakan bakal nggak lama lagi klimaks, aku langsung kasih tahu Amy. Jawabannya cuma, “Ron, Fuck harder.. kerasan donk.. tancap gas Ron.. fuck me like a slut Ron.” Mendengar kata-kata kotornya, aku semakin bergairah. Gerakanku semakin cepat dan akhirnya aku merasakan otot-otot vaginanya mulai kencang, kupercepat gerakanku dan akhirnya aku merasakan gelombang deras menabrak penisku. Akhirnya aku tidak tahan lagi. Aku mulai menyemprotkan spermaku. Semprot demi semprot masuk ke dalam lubang cinta Amy. Kami berdua kelelahan dan akhirnya berbaring di ranjang beberapa untuk istirahat. Belum puas beristirahat, Monica datang, rupanya setelah main 69 dengan Julia tadi dia masih belum berpakaian. Melihat badannya yang aduhai dan mukanya yang manis, membuat darahku mendidih penuh nafsu. Dengan sebuah elusan mesra, penisku yang sudah capai akhirnya bangun lagi. “Burung yang hebat!” komentar Monica. “As I said!” balas Julia. Setelah itu dia langsung memasukkan penisku ke dalam mulutnya, dan seperti vacuum cleaner, penisku disedotnya. Aku cuma bisa mendesah kecil. Kemudian dia langsung bilang, “Fuck me in the ass.” Aku langsung ke lemari mengambil baby oil, aku olesi baby oil di penisku dan di pantatnya. Pelan-pelan kumasukan penisku ke lubangnya dengan osisi doggy style. Setelah penisku masuk semuanya, aku mulai menyetubuhinya pelan-pelan. Dengan irama yang pelan, buah dadanya yang keren itu bergesekan dengan permukaan mejaku. Setiap kali buah dadanya bergesek dengan meja, otot-otot vaginanya semakin kencang. Aku biarkan begini terus untuk lima menit. Akhirnya dua tanganku memainkan buah dadanya. “Ooh.. ooh.. yes baby.. do it yes.. pinch my nipple.. oh yes.. Ron, I’m cumming soon.” Tangan kiriku mulai main dengan clitorisnya sementara tangan kananku memainkan pentil dan payudaranya, sementara aku fuck dia di pantatnya dengan lebih cepat. Akhirnya dia teriak “Yess! I’m Cumming!” Setelah itu dia langsung mengemut penisku sekali lagi. Sesekali dia menghisap seperti vacuum cleaner. Amy dan Julia sambil menonton, mereka finger fuck each other. Melihat pemandangan yang erotik ini aku langsung mulai merasakan tanda-tanda mulai akan klimaks. Kucoba kasih tahu Monica, tapi dia diam saja dan tetap menghisap penisku. Akhirnya semprotan demi semprotan ditelannya dan sampai penisku mulai lemah pun masih dia hisap, seolah-olah seperti cerutu saja di mulutnya. Akhirnya Julia dan Amy pun mencapai klimaks. Aku benar-benar capai. Sewaktu Julia mendatangiku, aku cuma bisa geleng kepala tanda tak kuat lagi. Tapi Julia tidak putus asa. Dia menciumi aku dan mengikuti jejak Julia, mereka juga mulai menciumiku sambil memainkan penisku. Setelah begitu sampai lima belas menit, mereka akhirnya putus asa juga. Tapi Julia tersenyum nakal. Dia memanggil cousin-cousinnya dan mengajak mereka keluar. Mereka kembali berpakaian. “Julia pasti marah deh”, pikirku. “Kenapa sih penisku nggak bangun-bangun pikirku lagi. Lima menit kemudian, mereka bertiga masuk lagi, kali ini mereka membawa satu CD. Aku mulai bertanya-tanya apa yang mereka mau. Akhirnya setelah menyalakan CD, mereka mulai berdansa, dan akhirnya mereka bertiga give me a strip tease show. Penisku yang sudah loyo bangun lagi seperti Tugu Monas. Walaupun sudah melihatku ready, mereka tidak stop dancing sampai akhirnya mereka telanjang lagi. “Ron, kita bertiga sudah siapin rencana supaya kita berempat bisa fucking in one go. Mau nggak?” tanya Julia. “Masih tanya lagi. Tentu saja mau dong!” jawabku dengan penuh antusias. Mereka semua mulai merunduk dalam posisi doggy style di tanah. Satu di belakang satunya. Akhirnya paling belakang adalah Julia. Aku langsung mengerti maksud mereka. Sewaktu aku fuck Julia, dia langusng lick Amy, dan akhirnya Amy bakal lick Monica. Aku langsung siap dan langsung saja fuck Julia dari belakang. The chain reaction pun mulai akhirnya kami berempat mengerang keenakan. Aku pun menemukan vagina kesukaanku. Biarpun sudah sering kubobolin, tapi vagina Julia yang satu ini memang benar-benar kencang. “Ahh.. ohh..” kita berempat terus menerus mengerang. Setelah 7 menit, akhirnya cewek-cewek ini mendapatkan klimaks mereka. Amy dan Monica sudah ‘KO’. Aku juga melihat, kalau Julia sudah capai. “Jul, kamu capau ya?” “Iya nih, tapi kamu belon klimaks, terusin saja.” “Nggak deh Jul, ntar kamu sakit.” “Mas Ronnie memang baik deh. Gini saja Mas, aku kasih kamu breast fuck aku aje ok?” Dengan senang hati aku menerimanya. Aku mulai menyiram baby oil ke dada Julia yang sedang rebah di ranjang. Badannya kini mengkilap oleh pantulan cahaya lampu. Aku tekan dua buah payudara tersebut agar mendekat. Akhirnya, di bawah sepasang payudara itu aku masukan penisku. Aku sekarang maju mundur seperti kesetanan, Amy dan Monica pun mendekat. Setiap kali penisku tembus, mereka pasti menjilat kepalanya. Setelah 8 menit, aku tidak tahan lagi, melihat gelagat ini Julia langsung berdiri dan berusaha untuk menghisapnya. “Argh..” teriakku. Semprotan pertama mengenai tenggorokannya dan semprotan kedua mengenai mukanya, semprotan-semprotan berikutnya ditelan habis oleh Julia. Spermaku yang tidak masuk ke mulutnya mulai turun ke payudaranya. Amy dan Monica mulai membersihkannya sementara aku menciumnya dan merasakan rasa spermaku. Akhirnya mereka semua menginap semalam di rumahku. Hari itu Jum’at malam. Besoknya adalah hari libur. Apa saja yang terjadi besok pasti keren deh. Ini beberapa cerita di 17 tahun dulu yang gw suka Pagi menjelang. Sinar mentari pagi menerangi kamarku yang berantakan karena kejadian semalam. Amy, Monica dan Julia masih tidur nyenyak di ranjangku. Gila! Ternyata kejadian semalam bukan mimpi. Penisku langsung tegak lagi. Enggak mau bangunin mereka, aku bangun dan terus ke dapur untuk membuat makan pagi. Baru masuk dapur dan lagi mencari mie instant, aku merasa ada tangan yang memainkan penisku dan melukku dari belakang. Aku langsung menoleh. Ternyata si Julia. Aku cium dia di bibir dan kasih tahu dia aku mau masak. “Eh, aku sudah laper nih.” Katanya dengan senyumnya yang nakal. Dia mulai menghisap penisku yang dari tadi tegak. Aku langsung mundur beberapa langkah dan duduk di kursi. Sedetik pun tidak dia lepaskan penisku ini. “Ohh..” itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Mulutnya yang imut terus naik turun dan dari pipinya bisa kelihatan kalau dia lagi menghisap penisku dengan kerasnya. Lidahnya memainkan penisku. Ooh, betapa enaknya pikirku. Jarang sekali dia sudah aktif pagi begini. Monica dan Amy tiba-tiba muncul di pintu dapur dan langsung senyum. “Kamu orang jahat yah nggak bagi-bagi breakfast.” Aku cuman ketawa kecil. Puting mereka mengeras dan aku rasa mereka mulai horny. Gerakan mulut Julia mulai lebih cepat. Dari sudut mataku, aku melihat Amy dan Monica sedang French Kissing dan Finger Fucking each other. Gila benar cewek-cewek ini. Pagi-pagi sudah aktif banget. Mulut Julia tidak diam naik turun, aku mulai mainkan puting dan payudara Julia. “Jul, kita 69 saja deh.” Saranku. Julia melepaskan hisapannya dan aku langsung rebahan di tanah. Julia mulai berada di atasku dan aku langsung hisap vaginanya yang sekarang basahnya bukan main. Sesekali kujilat clitorisnya. Setiap kali kujilat clitorisnya dia langsung mendesah “Oh”. Akhirnya setelah lima menit begituan, lidahku mulai capai. Aku mulai masukan dua jari ke dalam, teriakan “Ahh” terdengar, aku mulai jilati clitorisnya dan maju mundurkan jariku. Dia sekarang cuma teriak, “Enak Ron, terus Ron.. kerasan dong.. jilat terus.” Aku cuma bisa jawab, “Eh lidahku capek nih, jarang-jarang saja lidahnya.” Setelah itu aku mainkan clitorisnya pakai jempolku sementara kedua jariku nggak berhenti maju mundur. Begitu tanganku yang satunya menyentuh payudaranya, dia langsung teriak, “Oh yes Ron!” Otot vaginanya langsung tegang dan bajir klimaksnya mulai membasahi mukaku. Untuk sementara dia berhenti menyedot sebentar. Sementar itu Amy dan Monica sudah ganti posisi jadi 69 juga. Setelah Julia mulai menghisap lagi, Mereka sudah klimaks, sebab kudengar mereka teriak “I’m coming!” bergantian dan nafas mereka menjadi berat dan dapat terdengar jelas. Aku yakin aku sebentar lagi mulai klimaks. Aku coba tahan sebentar tapi aku nggak bisa. Sedotan mulut Julia memang hebat. Tak lama kemudian kusemprot saja spermaku ke dalam tenggorokan si Julia. Setelah itu, dia menciumku. Tanpa diduga, ternyata dia cuma telan sebagian spermaku sebab sebagiannya dimasukan ke mulutku. Itu pertama kali aku merasakan sperma. Rasanya agak aneh tapi lumayan nikmat juga. “Bagian breakfast kamu tuh. Enak ngga?” Aku cuma mengangguk saja. “Kita orang yang buat breakfast deh, kamu mandi saja” lanjutnya. Aku akhirnya masuk kamar dan mandi. Setelah mandi, kita orang pergi jalan-jalan ke Orchard Road naik MRT. MRT dari rumahku ke Orchard kurang lebih 20 menit. MRT yang penuh sesak itu membuat kita semua saling terombol. Baru mau sampai Newton, MRT-nya diam, lampunya pun mati. “Ladies and gentleman, please do not panic, there is electrical and track failure. They are trying to fix the track at the moment and the electricity would be back online in half an hour. We regret for inconvenience caused.” Suara dari speaker menjelaskan apa yang terjadi. Tiba-tiba ada yang pegang penisku, aku telusuri mencari muka yang punya tangan. Ternyata yang mainin penisku orang yang aku tak kenal. Dia mulai masukan tangannya ke zipperku. aku juga tak mau kalah. Aku mulai Masukan tanganku kedalam T-shirt-nya dan mencari payudaranya. Enggak kusangka, payudaranya gede banget. Tiba-tiba tangannya meninggalkan penisku yang tegak keluar dari zipper dan mulai buka BH-nya dan menanggalkan BH-nya. Rok mininya kusingkap dan ternyata dia nggak pakai CD. Aku mainin clitorisnya pakai satu tangan dan satu tangan lagi mainkan putingnya. Agar desahannya yang mulai keluar dari mulutnya tidak kedengaran orang lain, aku French kiss dia. Lidah kami beradu dalam mulut kami dan tangannya mulai mengocok penisku. “It is fifteen minutes before the light is up and the train will be moving. Please bear with the condition for the moment.” Setelah itu, dia mulai mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Kusandarkan dia ke pintu sementara aku spread kakinya. Kuangkat dia sedikit dan karena agak menyenggol penumpang lainnya, aku dengar beberapa gerutuan. Setelah yakin tidak akan menyenggol orang lain, aku mulai masukan penisku ke lubangnya. Aku dengar dia mendesah, “mm..” itu saja yang aku dengar. Aku mulai French kiss dia lagi agar dia nggak teriak lebih keras. aku mulai tusuk dia dengan kasar dan setelah agak lama menusuk, dan bercium, akhirnya kita klimaks barengan. Kita mulai merapikan diri. Kini aroma seks mulai tersebar. Akhirnya lampu menyala lagi. Setelah aku tengok ke samping, ternyata yang aku gituin tadi adalah guru mathematics aku. Dia tersenyum nakal dan menaruh jari telunjuknya di mulutnya seolah menandakan untuk merahasiakan apa yang telah terjadi. Setelah lima menit, akhirnya MRT pun berjalan kembali. Setelah sampai ke Orchard, kami semua turun. Kami langsung naik eskalator menuju ke pusat pertokoan. Kami berbelanja di pusat pertokoan sampai agak malam. Akhirnya kita orang pulang juga. Sampai di rumah aku langsung masuk kamar kecapaian menemani cewek- cewek yang jago belanja ini. Rupanya cewek-cewek ini benar-benar edan. Aku sudah capai begini masih minta seks. Untuk menakut-nakuti mereka aku usuli permainan baru. Permainan kami adalah master and slave. Aku jadi master, mereka jadi slave (budak). Di luar dugaanku, ternyata mereka setuju dan kelihatan sangat berminat. Aku kasih tahu mereka, mereka cuma boleh panggil aku bos, tapi aku boleh panggil mereka apa saja (termasuk perek, cewek murahan dan sejenisnya) dan boleh menyuruh atau memaksa mereka melakukan sesuatu seenaknya selama hal ini berhubungan dengan seks. Mata mereka makin berbinar-binar. Akhirnya kusuruh mereka melucuti semua pakaian dan mereka tidak diperbolehkan memakai pakaian apapun di dalam rumah. Sementara aku mandi, mereka kuperintahkan membersihkan kamarku yang berantakan karena adegan semalam. Sewaktu aku keluar, mereka masih belum selesai membersihkan kamarku. Aku ke kulkas minum Red Bull dulu supaya kuat baru balik ke kamar. Mereka ternyata sudah selesai. “Eh, kamu orang bertiga main bersama di lantai. Julia, kamu pakai ketimun yang lumayan panjang ini kaya double dildo sama Amy sementara kamu orang jilatin Monica. Aku di sini bakal rekam kamu pakai handycam-ku. ” Kulempar ketimun yang kubuat di sekolah pakai tanah liat ke Julia. Mereka pertamanya agak nggak suka ideku pakai handycam tapi setelah aku yakini bahwa videonya nggak bakal aku kasih lihat orang lain, akhirnya mereka setuju. Akting mereka super hot. Mereka mengerang dan berteriak kenikmatan. Mereka juga mulai meremas-remas payudara masing-masing dan terkadang lawan main mereka. Mereka juga terkadang bercium mesra. Penisku mulai nggak tahan. Kuelus penisku lewat celana dalamku. “Stop!” Mereka yang lagi asyik main rupanya nggak denger aku. Aku teriak sekali lagi “Stop!” akhirnya mereka stop juga. Sebagai hukuman untuk tidak mendengar perintah bos, aku suruh setiap orang ambil ketimun kecil di kulkas dan masukkan ke dalam vagina mereka. Setelah itu kusuruh mereka jalan-jalan dalam rumah dengan ketimun di dalam vagina mereka. Belum puas dengan hukuman ini, kusuruh mereka pakai celana dalam dan kaos panjangku (kurang lebih sampai lutut mereka). Pentil payudara mereka yang warnanya agak gelap itu terlihat dari luar dan boleh dibilang lumayan jelas sebab pentil mereka dalam keadan keras. Kusuruh mereka mengikutiku ke Seven Eleven terdekat tanpa pakai celana maupun BH mereka. Mereka mulai menawar tetapi aku bilang, “Kalau masih mau tawar menawar, kita pergi ke supermarket 2 bus stop dari sini.” Mereka akhirnya ikut aku ke Seven Eleven yang di depan rumahku. Monica hampir lemas karena sewaktu lari menyeberang jalan, dia mendapat klimaks (ketimunnya kaya penis naik turun sewaktu dia lari). Penjaga toko Seven Eleven melihati payudara Amy yang gede menonjol itu. Apalagi tanpa sengaja, payudaranya menyenggol kaca kulkas yang agak basah itu, membuat payudaranya semi jelas. Yang buat penjaganya cengar-cengir, ketika si Julia membongkok untuk mengambil barang di rak bawah, celana dalamnya yang basah karena cairannya itu terlihat jelas. Setelah membeli barang aku lari balik ke rumah dan menyuruh mereka ikut lari dan mengeluarkan ultimatum bahwa siapa saja yang sampai di rumah lebih dari dua menit akan kena hukuman lebih berat. Langsung saja mereka lari ke rumah, Julia di tengah jalan hampir lemas karena klimaks tapi memaksa diri untuk lari. Akhirnya mereka sampai di rumah dalam waktu yang ditentukan. Nafas mereka sudah memburu dan badan mereka sudah lemas dan penuh keringat, tapi permainan baru dimulai, sebab penisku masih segar bugar. Apalagi baju yang mereka pakai seolah-olah transparan dibasahi keringat. “Ok, kamu orang sekarang mandi dulu!” Mereka cuma diam saja dan mulai beranjak menuju ke arah kamar mandi. Kuikuti mereka ke kamar mandi. Saat mereka hendak menutup pintu kamar mandi, kudorong pintunya dan kusuruh mandi di depanku sambil kurekam dengan Handycam-ku. Cara mereka mandi memang agak kikuk dengan adanya aku di sana. Setelah mandi dan mengeringkan badan, mereka mau pakai baju. “Eh, gue kan sudah bilang, selama di dalam rumah nggak boleh pakai baju!” “Iya bos”, jawab mereka serentak. Tiba-tiba, “Ting-tong” bel rumahku berbunyi. Aku jadi pikir-pikir siapa nih, aku jadi suruh cewek-cewek masuk kamarku. Ternyata yang datang si John. Aku persilakan masuk dan kusuruh duduk. John adalah teman sekelasku. Aku permisi sebentar masuk ke kamar. “Eh kamu orang buatin minum untuk John. Jangan pakai baju atau apapun!” Setelah aku keluar beberapa saat, mereka bertiga menuju ke arah dapur untuk membuatkan John minuman. John yang melihat tiga cewek bugil berjalan ke arah dapur langsung nyengir ke arahku. “Ron, kamu kok bisa ada 3 cewek di rumahmu jalan bugil?” “Itu mah, jangan dipikirin. Eloe mau ngewek sama salah satu dari pada mereka?” “Sorry deh, nggak hari ini, kapan-kapan saja.” “John, ini minumannya.” Mereka bertiga membuatkan John dan aku segelas sirup dan berjalan ke arah kamar. “Kamu orang masa nggak ada aturan”, sentak aku, “Duduk sini temenin kita orang ngobrol dong.” Muka mereka cuma menunduk dan duduk bersama-sama. Julia duduk di sebelahku sementara Amy dan Monica duduk berhadap-hadapan dengan John. Tangan mereka berusaha menutupi kemaluan mereka. John sendiri mulai merasa kikuk. Setelah beberapa lama bercakap-cakap akhirnya mereka mulai ikut tertawa dan mulai terbiasa dengan kebugilan mereka. Sebelum pulang, John minta tolong agar aku menjaga anjingnya sementara dia pergi ke Malaysia 3 hari untuk urusan bisnis. Anjing John yang bernama Lassie, itu boleh dibilang lumayan gede, tapi anjingnya nggak galak. Aku setuju saja. Setelah John pulang aku melirik jam. Ternyata sudah lumayan malam, jam 11 lebih sedikit. Sewaktu aku masuk kamar, tiga cewek ini lagi bisik-bisik dan waktu melihat aku masuk langsung diam. Lassie pun aku bawa masuk. Aku ada rencana untuk mereka. Aku ikat mereka bertiga di ranjang dengan kaki mengkangkang (dengan persetujuan mereka). Aku mulai mengelus-ngelus cewek yang paling kiri, Julia. Aku maini buah dadanya dan lidahku mulai menelusuri tubuhnya yang telanjang. Sewaktu lidahku menemukan clitorisnya dan mulai menjilati vaginanya yang sudah basah, badannya langsung bergerak-gerak dan erangan nikmat mulai keluar dari mulutnya. Aku mulai masukan penisku ke dalam lubang vaginanya. Sambil mensetubuhi si Julia, tanganku mulai maini lubang Monica, yang berada di tengah ranjang. Kami bertiga mulai mengerang dan berteriak kenikmatan. “Ooh.. ohh.. yes..” itu saja yang keluar dari mulut kami. Sewaktu aku merasakan Julia mulai mau klimaks, kutarik penisku dari lubang vaginanya. Seperti kesetanan, dia memohon kepadaku agar aku masukan penisaku lagi ke dalam lubangnya. Tapi aku ada rencana lain. Aku tinggali dia dan mulai main dengan Amy. Kucium mulut Amy yang mungil, dan tanganku mulai main dengan buah dadanya yang motok itu, sementara tanganku yang satunya tetap memainkan lubang vagina Monica. Julia masih berteriak minta digituin tapi aku ‘ignore’ dia punya permohonan. Aku mulai mensetubuhi Amy dan Amy pun mulai mengerang keenakan. “Ron, gue tahu deh, kamu pasti pilih gue. Ohh ooh..” dia mulai mengerang. Sambil kumainkan buah dadanya kugoyang dia dengan keras. Tanganku yang main dengan Monica sudah mulai berhenti dan mulai main dengan buah dada Amy. Sama seperti Julia, Amy pun kutinggalkan saat dia hampir mencapai klimaks. Saat itu aku pun juga hampir mencapai klimaks. Setelah bermain sebentar dengan Monica, penisku mulai menyemprotkan air maniku. Aku tinggalkan juga Monica. Mereka bertiga sekarang mengerang dan berteriak meminta penisku sebab tidak ada satupun dari mereka yang klimaks. Aku angkat Lassie keranjang dan kuarahkan kepalanya ke arah vagina Julia. Setelah membau-bau sebentar, dia mulai menjilat vagina Julia. Julia berteriak, “Ron, tolong, jangan anjing dong Ron. Geli nih.. Ron please I beg you.” Aku nggak gubris minta tolong dia. Kemaluan Lassie mulai mengeras dan kuarahkan kemaluannya kearah lubang vagina Julia. Kontan saja Julia mulai merasa jijik dan geli. Saat Lassie mulai maju mundur menyodok kemaluannya, ekspresi Julia mulai berubah dari jijik dan geli menjadi puas. Aku pun nggak mau kalah. Aku mulai setubuhi Amy dengan posisi Doggy Style. “Uuuhh ahh..” aku dan Amy mulai mengerang sementara dari sebelahku, erangannya agak lain. “Aahh ohh” dan “Warf warf auu”. Aku nggak tahu berapa lama, tapi akhirnya Amy klimaks beberapa kali dan aku masih minta terus. Aku akhirnya mencapai klimaks. Lassie dan Julia pun mencapai klimaks dan Lassie telah tiduran di lantai. Sekarang tinggal Monica yang belum klimaks. Penisku yang sudah loyo nggak bakal bisa main lagi apa lagi waktu sudah tengah malam. Aku ambil botol bir dan mulai minum. Aku kasih mereka bertiga sedikit. Julia dan Amy telah bebas dari ikatan dan pergi ke dapur untuk buat telur karena perut lapar. Bir dalam botol sekarang tinggal sedikit dan aku mulai ada cara untuk memuaskan Monica. Aku lepaskan ikatannya dan kubuka labianya dan memasukkan leher botol bir sedikit lebih sedikit. Monica cuma bisa mendesah kecil. Kutuangkan bir yang tersisa sedikit ke dalam kemaluannya dan dia mulai berteriak. Rupanya alkohol dalam bir membuat lubangnya agak sakit. Aku mulai menggerakan maju mundur dengan botol bir dan Monica kembali mendesah keenakan. Aku juga mainkan clitorisnya dengan jempol. Buah dadanya aku mainkan dengan mulut dan lidah. Mukanya makin memerah, rupanya pengaruh alkohol yang tadi aku tuangkan. Setelah klimaks beberapa kali, ia dengan agak mabuk mulai berteriak, “Ron, fuck me.. I want to be a slut, your slut.. Ron please dong.. jangan pakai botol lagi, penis kamu lebih nikmat..” Penisku mulai bangun. Tangannya mulai main dengan penisku dan akhirnya penisku dihisap dan dikulum dengan ganasnya sementara tanganku nggak diam gituin dia pakai botol. Akhirnya aku nggak tahan lagi. Kuambil baby oil dan melumaskan penisku pakai baby oil. Lubang duburnya juga aku kasih sedikit baby oil. Kusuruh dia siap dalam posisi doggy style dan aku gituin duburnya sementara tanganku pakai botol gituin vaginanya. “OOh.. Ahh Yess.. Ron fuck me bad!” “Ooohh Mon, kamu punya anus seret deh..” Setelah beberapa menit, “Mon, I’m cumming nih..” “Ron, fuck me in the cunt.. Please dong.. kasih aku feel kamu punya cock di cunt aku..” Dengan sedikit nggak seneng akhirnya kucabut juga dan aku siap untuk fuck her cunt. Ternyata cunt dia mencengkram penisku dengan kencang. Penerobosan penisku agak susah tapi setelah semuanya masuk penisku mulai maju mundur dengan ganas. “Mon, I really can’t hold to long nih.. kamu kalau mao klimaks cepetan donk..” Monica nggak jawab, jadi aku teruskan saja. Akhirnya aku mulai klimaks dan semprotanku kali ini ternyata super banyak. vaginanya mulai mengeras dan akhirnya dia pun klimaks lagi. Badanku keringatan. Akhirnya Amy dan Julia balik masuk kamar dan kita pun tidur. Besok siangnya, kita bangun jam 1. Mereka semua akhirnya kembali ke kost mereka untuk buat PR dan belajar sebab sudah hari Minggu. Aku duduk di sebelah meja belajar dan merenung keluar jendela. Aku mulai berpikir, kalau tiap minggu begini, aku bisa-bisa kehabisan sperma nih. Sejak weekend itu, setiap weekend mereka mulai ke rumahku dan untungnya nggak ada yang hamil. Setelah lulus Sec 4 kami akhirnya kami berpencar menuju Universitas masing-masing.
JANGAN LUPA LIHAT INFORMASI DIBAWAH INI JUGA YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA JUGA LO....